Lihat ke Halaman Asli

Retty Hakim

Senang belajar dan berbagi

Tantangan Literasi di Era Digital

Diperbarui: 13 Desember 2018   18:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Hari Rabu, 12 Desember 2018, aula gedung Gramedia di Palmerah Barat dipenuhi oleh undangan yang sebagian besar berasal dari pustakawan sekolah dan pustakawan kantor. Hal utama yang ingin dibahas adalah "Tantangan Literasi di Era Digital". Suwandi S. Brata, Publishing and Education Director PT Gramedia Asri Media, dalam sambutannya menjelaskan pentingnya untuk belajar mencari dan mengunyah data di tengah semakin minimnya waktu untuk mencerna data pendukung suatu berita. Beliau mengingatkan akan pepatah Jawa "Kerbau Nyusu Gudel", artinya orang tua saat ini perlu belajar dari generasi muda yang secara teknologi jauh lebih melek teknologi.

Kasandra Putranto, psikolog klinis yang mengawali sesi, menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran membaca pada generasi muda. Masih rendahnya sistem keamanan dan pengawasan dalam pencarian di dunia digital bisa menjadi penghambat dalam peningkatan kualitas generasi muda Indonesia.

Masyarakat Indonesia secara umum belum mempunyai kecerdasan intelektual sosial yang dibutuhkan dalam menghadapi perkembangan pesat teknologi digital. Menurut psikolog yang sudah dua puluh enam tahun menggeluti bidang psikologi klinis ini, kehadiran hoaks banyak dipengaruhi oleh rendahnya minat membaca. Kemampuan untuk memilah berita yang benar dan sesuai fakta dengan berita hoaks perlu dibangun dalam diri anak sejak kecil.  

Dra. A. Kasandra Putranto mengingatkan pentingnya meningkatkan kesadaran membaca pada generasi muda Indonesia (foto: Retty)

Selain melalui asupan gizi untuk menjaga pertumbuhan otak anak, sangat penting peran serta kedua orang tua dalam mengajak anak untuk mencintai kegiatan membaca yang bisa merangsang pertumbuhan neuron di otak dan memungkinkan manusia untuk berpikir logis.

Pembicara berikutnya adalah Pepih Nugraha, penggagas Kompasiana yang juga menjadi pegiat literasi. Beliau menekankan pentingnya tindakan dan contoh dalam memajukan literasi. Baginya, literasi itu adalah aksi dan bukan basa basi. Tentunya banyak pihak yang berperan untuk meningkatkan pemahaman literasi generasi muda, dari orang tua, guru, voluntir, hingga korporasi.

Aksi untuk mendukung literasi ini yang menjadi semangat Kang Pepih, panggilan akrab dari Kompasianer, dalam melakukan aksinya. Baik dalam pengembangan Kompasiana, maupun kini sebagai voluntir yang mengajar anak-anak Sekolah Menengah Pertama untuk menulis. Baginya, kunci pertama untuk masuk ke dalam dunia literasi adalah dengan mengajak anak untuk bisa bercerita, dari situ baru diarahkan untuk menulis.

Menurut Kang Pepih, kemampuan untuk menulis bisa dilatih. Hal itu yang dahulu dibagikannya melalui Kompasiana, dan kini dilanjutkan lewat Pepnews!, serta kegiatan mengajar secara voluntir yang kini dilakukannya. Latihan dan kepercayaan diri akan membantu mengembangkan kemampuan literasi seseorang. 

Pepih Nugraha bersama Seminari Darminto dan Kasandra Putranto memberikan banyak masukan bagi para peserta seminar agar dapat sungguh-sungguh melakukan aksi sebagai jawaban atas tantangan literasi di era digital (foto: Retty)

Seminari Darminto dari Sekolah BPK Penabur berbagi pengalaman beliau menggunakan kemajuan teknologi informasi untuk menunjang perkembangan perpustakaan di sekolahnya. Menggunakan kemajuan teknologi dalam e-library tidak selamanya berjalan lancar. Kebutuhan akan jaringan internet, sinyal, dan beberapa hal penunjang lainnya juga sangat berperan dalam mensukseskan pemakaian e-library. 

Bagi seorang peserta seminar dari bidang pendidikan, larangan untuk menggunakan gawai di sekolah juga bisa menjadi hambatan dalam pemakaian e-library. Tapi, tidak bisa dipungkiri bahwa generasi muda saat ini merupakan generasi yang sudah bertumbuh bersama pertumbuhan teknologi. Bagi mereka, gawai menjadi bagian kehidupan mereka. Kegiatan membaca juga akan lebih menarik bagi mereka melalui gawai.

Menurut Kassandra, untuk meningkatkan kemampuan sosial emosional, anak tetap perlu dirangsang agar tertarik membaca, untuk banyak bergerak dan bergaul, tidak melulu tergantung pada gawai yang bisa mengarah ke kondisi depresi. Tidur, makan dan bergerak yang cukup, disamping makanan sehat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan otak yang sehat, sangat penting untuk selalu diperhatikan.

Dari perbincangan bersama para nara sumber, bisa diketahui betapa pentingnya untuk menjadikan kegiatan membaca sebagai kegiatan yang menyenangkan. Seorang anak yang tidak suka membaca, bisa diajak Kang Pepih untuk membaca dan menceritakan kembali isi buku mengenai perawatan ikan cupang. Ketika minat tersentuh, maka dengan mudah ketertarikan untuk masuk dan mengenali bacaan tersebut timbul.

Bila seorang dewasa tidak suka membaca, mungkin pustakawan perlu mengenali mengapa mereka tidak suka membaca. Menurut Kassandra, orang tersebut bisa tidak suka, tidak mau, atau tidak bisa membaca. Bila sudah dikenali penyebabnya, bisa dibuatkan acara yang sesuai dengan minat mereka, kalau perlu dengan memberikan penghargaan tertentu sehingga mereka lebih tertarik lagi untuk ikut dalam kegiatan itu.

Tampaknya, memang bagaimana mengajak orang untuk tertarik membaca perlu dikenali dan digali oleh para pustakawan. Seorang pustakawan kantor mengakui kecilnya prosentasi peminjam buku di kantornya, walaupun jumlah buku yang disediakan cukup banyak dan beragam. Dengan jumlah karyawan yang cukup besar, sudah menggembirakan bila sepuluh persen dari mereka datang meminjam buku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline