Hari ini tanggal 28 Juni 2017. Apa yang istimewa dari hari ini? Rupanya hari ini kita boleh merayakan ulang tahun ke-52 harian Kompas. Selamat ulang tahun, Kompas! Semoga senantiasa menjadi amanat hati nurani rakyat! Dengan setia menjadi amanat hati nurani rakyat, tentunya Kompas juga senantiasa dekat dengan rakyat pembacanya.
Satu windu sudah berlalu sejak ruwatan Badai Pasti Berlalu (kenangan di tahun 2009) ternyata Kompas semakin berkibar dengan kehadiran Kompas TV dan semakin seringnya saya menerima tautan tulisan dari Kompasiana. Tanda bahwa Kompas sebagai satu kesatuan tetap hidup di hati rakyat.
Satu tahun setelah menuliskan kenangan untuk ulang tahun Kompas waktu itu, saya menuliskan kenangan pertemuan dengan Bapak Jakob Oetama dalam acara Kompas Modis (baca di Kompasiana 2010). Judul tulisan saya waktu itu adalah Kompas Menulis Bersama Pembaca.
Yang paling saya ingat dari acara itu adalah perkataan Bapak Jakob Oetama, "Apakah Kompas sebagai media cetak masih mempunyai hak hidup dan sampai kapan hak itu dimilikinya?" Saat itu, beliau sendiri menjawab bahwa hak hidup itu harus ada, dan kita yang harus mengusahakan hak hidup itu. Ketika itu saya mengakhiri tulisan saya dengan harapan, "Kini saatnya Kompas ikut serta mengantarkan Indonesia menulis."
Ternyata, Kompas memang tidak berhenti untuk mengajak Indonesia menulis. Kalau dahulu kolom "Redaksi Yth." merupakan bagian langkah jurnalisme warga tahap dini yang sangat terkenal di Indonesia, kini Kompasiana menjadi satu bagian baru dalam keluarga besar Kompas. Sama seperti cuplikan Kompasiana (cetak) yang saya dapatkan dari perpustakaan di Pusat Informasi Kompas, kita semua masih perlu mimpi indah untuk kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Kompas sangat peduli pada perkembangan pendidikan di Indonesia. Bagi saya, hal ini tergambarkan dalam salah satu artikel di halaman utama hari ini, "Jadikan Sekolah Rumah Kedua", serta cuplikan arsip "Ke Sekolah Bawa Radio Transistor".
Secara pribadi, saya sangat merasakan kepedulian Kompas bagi dunia pendidikan, dan kontribusinya untuk mengantarkan Indonesia menulis. Selain memberikan kesempatan pada siswa-siswi dan mahasiswa untuk menulis di Kompas cetak, Kompas juga memberikan kesempatan untuk guru-guru belajar menuliskan pengalamannya serta ikut mengembangkan pendidikan karakter bagi generasi muda.
Sayang Kompas Kampus dilebur jadi satu dalam Kompas MuDa sehingga ruang untuk menulis menjadi lebih terbatas. Tapi, saya sungguh berharap bahwa kesempatan yang diberikan ini tetap memiliki hak hidup. Mungkin tidak banyak anak muda yang siap menjadi Magangers (istilah Kompas MuDa untuk anak sekolah yang magang di Kompas MuDa selama libur sekolah bulan Juni - Juli), atau bisa jadi ada yang tertarik tapi orangtua kurang mendukung. Setidaknya kesempatan menulis bersama Kompas MuDa sudah menjadi bagian dari pengalaman hidup mereka.
Kompas MuDa dan pelatihan menulis Kompas bisa menjadi sarana untuk mengemukakan pendapat ataupun berbagi berita dengan kesadaran akan panduan menulis dalam Bahasa Indonesia serta dasar-dasar etika jurnalistik.
Kompasiana adalah pembelajaran yang lebih mandiri. Setiap warga bisa menulis dan bisa berkomentar. Dibutuhkan kebijaksanaan untuk mencerna kebenaran informasi yang dihadirkan langsung tanpa moderasi. Tapi, tampaknya Kompasiana juga semakin berbenah dengan sistem yang digunakannya. Semoga warga Kompasiana juga tidak jauh dari slogan Kompas sebagai pembawa amanat hati nurani rakyat.
Saya berharap bahwa kesempatan menulis bersama Kompas, entah melalui Kompas cetak ataupun Kompasiana akan menjadikan para penulis ini lebih dekat dengan Kompas. Bersama kita mengusahakan hak hidup itu. Hak untuk menjadi pembawa amanat hati nurani rakyat.
Sekali lagi, Selamat Ulang Tahun! Semoga panjang umur dan terus menjadi pembawa amanat hati nurani rakyat!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI