Lihat ke Halaman Asli

Retty Hakim

Senang belajar dan berbagi

Merayakan Jurnalisme Warga di Hari Media Sosial Indonesia

Diperbarui: 1 Juli 2017   16:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: ziliun.com

Sejak 2015, tanggal 10 Juni ditetapkan sebagai Hari Media Sosial Indonesia. Kalau penetapan pertama dihitung sebagai hari kelahiran, maka peringatan kali ini baru ulang tahun ke-2. Masih balita! Tidak heran kita seperti masih tertatih-tatih, jatuh bangun dalam memaknai fungsi media sosial dalam kehidupan.

Terus terang beberapa bulan terakhir ini media sosial terasa bagai buah simalakama bagi saya. Di satu pihak saya membutuhkan media sosial untuk bersosialisasi dan juga berbagi berita dengan keluarga, teman-teman, dan semua orang lain yang berhubungan dengan pekerjaan saya. Tetapi, di lain pihak, media sosial terasa terlalu riuh, memusingkan, dan kadang menyebalkan karena isi berita yang simpang siur; ada yang penting, ada yang sampah; ada yang informatif, ada yang hoax; ada yang menguatkan, ada yang adu domba. Begitulah dunia maya! Kalau biasanya dunia saya hanya sesempit dua mata dan dua telinga saya, maka sekarang ribuan bahkan jutaan mata dan telinga siap membagikan dunianya bagi saya. 

Sekarang reuni tidak lagi memerlukan ruang nyata tertentu, cukup masuk dalam Whatsapp Group maka reuni daring bisa terlaksana. Facebook, Line, Instagram, Twitter, Path, Telegram, dan berbagai media lainnya memberi ruang tak terbatas waktu dan tempat untuk bertemu dan berbagi berita. Terkadang kesantunan yang hadir bila bertemu langsung bisa berubah dalam perdebatan akibat perbedaan opini di layar android. Sharing berita dan gambar bisa berlangsung tanpa memikirkan kebenaran maupun akibat pembagian informasi tersebut.

Media televisi, radio, bahkan media cetak ikut memanfaatkan kemudahan komunikasi ini. Dukungan koneksi internet yang semakin terjangkau masyarakat banyak membuat semakin banyak warga yang bisa mewartakan suatu kejadian. Satu kejadian bisa diverifikasi dengan hasil pantauan dari beberapa sudut pandang oleh warga yang berbeda. Sebuah nilai positif yang kemudian menjadi batu sandungan ketika dibagikan tanpa koridor etika.

Sepuluh tahun sudah berlalu sejak saya menghadiri the 3rd International Citizen Reporters Forum yang diadakan oleh OhmyNews International di Seoul pada tanggal 27 - 29 Juni 2007. Satu dekade berlalu, dan perkembangan sosial media yang sangat pesat di Indonesia membawa perubahan mendasar dalam berbagi berita. Tahun 2007 pengguna utama Facebook adalah anak-anak muda dan remaja, sementara pengguna yang berusia setengah baya masih menjajaki dengan hati-hati, dan pengguna lansia masih sangat terbatas. Kini, di tahun 2017, anak-anak dan remaja bergeser lebih aktif memakai Line, sementara Facebook menjadi warung kopi daring netizen usia mapan hingga lansia.

Tahun 2007 merupakan geliat tampilnya kehidupan di dunia maya di mata masyarakat Indonesia, di mana bloger dan portal-portal jurnalisme warga mulai berkumpul dalam Pesta Blogger Indonesia. Sayangnya pesta tidak berlangsung lama.

September 2010 OhmyNews International mengubah formatnya dari portal jurnalisme warga menjadi forum mengenai jurnalisme warga. Kesuraman OhmyNews tampaknya berimbas pada kekuatan motivasi portal jurnalisme warga lokal untuk bertahan. Bulan November 2010, dalam sebuah Seminar Nasional mengenai jurnalisme warga di FISIP UT, saya mempresentasikan makalah "Akan Matikah Jurnalisme Warga?" Saya percaya bahwa jurnalisme warga akan tetap hidup, dan semua ini adalah bagian dari proses evolusi. 

Kini, di tahun 2017, satu dekade setelah euphoria Pesta Blogger Indonesia, pesta sudah usai. Banyak portal jurnalisme warga yang dahulu tampak penuh vitalitas dan menjadi tempat pertemuan berita daring dan komentar warga sudah bertumbangan karena tidak berhasil mengembangkan sistem pendukung finansial. Sementara itu, kelompok Whatsapp dan Line semakin menjamur menjadi ruang baru untuk berbagi berita dan komentar. Youtube dan Instagram kini adalah bagian dari sumber data.

Kompasiana termasuk portal jurnalisme warga yang berhasil tetap berlayar walau terkadang sedikit sulit diakses karena beratnya beban kapal. Semakin sukses tentunya semakin banyak kebutuhan pengembangan. Untungnya Kompasiana masih setia mendandani wajahnya, sehingga selalu tampil dengan wajah baru yang berusaha mempermudah akses kontributor dan pembacanya. Tampaknya bulan Juni ini Kompasiana juga kembali berbenah tampilan. 

Sosial media kini sudah menjadi bagian dari Curriculum Vitae seseorang. Kini, untuk penerimaan mahasiswa dan penerimaan pegawai tampaknya sosial media akan menjadi bagian penentu lain di luar wawancara.

Inilah tampilan baru jurnalisme warga, di mana peran sosial media sebagai warung kopi daring semakin banyak dan portal jurnalisme warga semakin dituntut untuk memperhatikan makna elemen-elemen jurnalisme agar bisa tampil beda dari warung-warung kopi yang ada. Demikian juga wartawan sebagai jurnalis profesional perlu semakin profesional agar berita yang disuguhkan sungguh-sungguh terverifikasi dan layak disebut karya jurnalistik. 

Selamat merayakan Hari Media Sosial!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline