Judul: Menjadi Sekolah Terbaik; Praktik-praktik Strategis dalam Pendidikan
Penulis: Anita Lie, Takim Andriono, Sarah Prasasti
Penerbit:Tanoto Foundation dan Raih Asa Sukses (Penebar Swadaya Grup)
Tebal:188 halaman
ISBN:(13) 978-979-013-204-7
(10) 979-013-204-2
Buku ini menarik untuk dibaca karena berangkat dari keadaan lapangan di Indonesia, dan selanjutnya mengupas dengan cukup lengkap kiat-kiat untuk menghasilkan pendidikan berkualitas. Keadaan lapangan di Indonesia yang sangat beragam karena berbagai faktor, seperti penyebaran penduduk yang tidak merata atau kultur masyarakat Indonesia yang sangat heterogen, seringkali menimbulkan kendala-kendala dalam menyediakan pendidikan terbaik bagi generasi muda bangsa Indonesia.
Yayasan Bhakti Tanoto, atau lebih dikenal sebagai Tanoto Foundation, melihat dari hasil penelitian yang ada bahwa kualitas guru lebih menentukan pencapaian prestasi peserta didik dibandingkan rasio jumlah guru dan peserta didik di sebuah ruang kelas. Menyadari bahwa Indonesia masih kekurangan guru-guru yang berkualitas, Tanoto Foundation mencoba memberikan perhatian khusus kepada peningkatan kualitas dan kompetensi guru.
Salah satu tujuan yayasan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto ini adalah untuk ikut serta meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Dalam upaya tersebut, pelatihan bagi guru dan kepala sekolah yang diadakan oleh Tanoto Foundation ini merupakan sebuah proses panjang yang terdiri atas tahapan lokakarya, perjumpaan antar tim pelatih dengan peserta di lokasi mereka berkarya, dan yang terakhir adalah tahapan presentasi peserta atas perubahan yang mereka perbuat sebagai wujud dari pertumbuhan yang lahir dari pelatihan tersebut.
Buku ini merupakan rekam jejak perjalanan pelatihan dari Anita Lie dan timnya bagi para guru dalam mengembangkan kualitas diri sebagai guru, sekaligus upaya meningkatkan kualitas pendidikan anak didik mereka.
Dituangkannya jejak perjalanan pelatihan ini dalam bentuk sebuah buku tampaknya merupakan bagian untuk membagikan ilmu yang sama pada lebih banyak lagi pendidik dan kalangan yang peduli pada pendidikan. Dalam kata sambutan di buku ini, Wakil Menteri Pendidikan Nasional RI (2010-2011), Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D mengakui bahwa buku ini memberikan inspirasi, dan secara halus mengajak pembacanya untuk keluar dari perangkap pesimisme yang sering hadir di dalam masyarakat kala membicarakan masalah pendidikan di Indonesia.
Bab Pertama dibuka dengan Dimensi dan Permasalahan Pendidikan, di mana tim penulis mencoba untuk menggali akar masalah dan masalah-masalah yang harus dihadapi di masa kini. Kesenjangan dalam hal ekonomi telah membawa kesenjangan antara sekolah kaya dan miskin.Peserta didik semakin terkotak-kotak dalam pemisahan berdasarkan status sosio-ekonomi keluarganya. Kesenjangan ini tidak hanya merugikan anak-anak dari keluarga miskin yang kehilangan kesempatan untuk mendapatkan sarana dan prasarana pendidikan yang lebih bermutu, melainkan juga menutup pintu bagi anak-anak dari keluarga mampu untuk berinteraksi dengan teman-teman dari kelas sosio-ekonomi yang berbedasehingga merekapun tidak memiliki kesempatan untuk diperkaya dengan interaksi dalam keberagaman masyarakat. Interaksi antar lapisan masyarakat ini sebenarnya merupakan bekal untuk memasuki kehidupan yang nyata pada akhirnya.
Belum sanggupnya negara menyediakan pendidikan yang bermutu bagi seluruh warganya juga merupakan bagian di mana tim penulis menggelitik kesadaran masyarakat untuk ikut serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan bagi generasi muda.
Bab berikutnya mengangkat peran korporasi dan filantropis dalam mewujudkan tanggung jawab sosial bagi pendidikan. Secara rinci dijelaskan seri pelatihan yang diberikan oleh Tanoto Foundation kepada guru-guru dan kepala sekolah dalam pelatihan tersebut, proses monitoring, dan perkembangan yang diharapkan membawa perubahan nyata di tempat guru-guru dan para kepala sekolah tersebut berkarya.
Alur yang digunakan untuk menyajikan informasi di dalam buku sangat teratur. Berangkat dari refleksi ke dalam, seperti memetakan kondisi dan posisi sekolah, serta keunikan dan kearifan lokal yang dimiliki hingga menentukan visi dan rencana strategis dalam mengembangkan pendidikan yang berkualitas.
Dalam buku yang keseluruhannya terdiri atas tiga belas bab ini, informasi ditampilkan berbaur dengan kisah atau refleksi peserta pelatihan, baik guru maupun kepala sekolah. Hal tersebut membantu membuat buku ini tidak terasa sebagai sekedar teori pendidikan, tetapi secara langsung memberikan contoh dan jalan keluar dari kisah-kisah inspiratif guru-guru dan kepala sekolah tersebut.
Kenyataan di lapangan mungkin akan berguna bila para pengambil keputusan di tingkat nasional menyadari keadaan tersebut. Katakanlah kisah Pak Masri, seorang guru yang sekaligus Wakil Kepala SMPN I Ukui di Riau, yang prihatin atas rendahnya motivasi belajar dan disiplin peserta didik untuk hadir di kelas. Hal tersebut disebabkan oleh kebutuhan peserta didik untuk membantu orangtua di ladang, sehingga dukungan dari orangtua juga sangat kurang. Ia kemudian terinspirasi untuk menerapkan sistem “Kontrak Belajar” yang diperolehnya di dalam pelatihan bagi peserta didiknya. Sistem ini digunakan sebagai bagian dari proses pembelajaran mengenai komitmen.
Dalam Bab 8 yang mengupas mengenai Guru Berkualifikasi, Profesional, Kompeten, dan Berdedikasi selain memperkaya guru dengan tips praktis untuk menjadi guru profesional, juga diberikan berbagai kisah inspiratif yang akan memperkaya guru-guru dalam memberikan bahan ajar secara menarik dan profesional.
Tidak sedikit prestasi gemilang anak Indonesia di tingkat internasional, tetapi di lain pihak hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2012 menunjukkan bahwa kemampuan peserta didik Indonesia usia 15 tahun di bidang matematika, sains, dan membaca masih rendah dibandingkan dengan peserta didik dari negara lain. Seperti yang dikutip tim penulis dari harian Kompas, 5 Desember 2013, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes.
Karena itu, penting untuk memperhatikan konsep Pengukuran Kondisi Sekolah Hasil Modifikasi Konsep Reeves dimana ada empat kuadran; sekolah yang beruntung, sekolah yang kalah, sekolah yang belajar, dan sekolah yang memimpin. Hasil yang ditampilkan peserta didik belum tentu merupakan hasil dari proses pembelajaran yang diperolehnya di sekolah. Sebenarnya, sekolah terbaik adalah sekolah yang mampu mengembangkan peserta didiknya dari tidak bisa menjadi bisa, itulah yang dicapai dalam oleh sekolah dalam kuadran memimpin.
Tim penulis buku ini; Prof. Dr. Anita Lie, Ed.D. beserta Takim Andriono, Ph.D, dan Dra. Sarah Prasasti, M. Hum, memang bergiat memberikan pelatihan dan pendampingan bagi guru dan kepala sekolah di berbagai daerah di Indonesia. Mereka menekankan pentingnya keterlibatan tiga sentra pendidikan, yaitu sekolah, orangtua, dan masyarakat, dalam pengembangan pendidikan yang berkualitas.
Isi buku yang padat informasi dan inspiratif ini tidak sulit dicerna karena disampaikan dengan singkat tapi padat dengan paparan yang menarik.
Menjadi sekolah yang terbaik selalu dimungkinkan apabila ada kepemimpinan yang mumpuni, dengan guru yang berkompetensi dan berkomitmen tinggi, serta menggunakan kurikulum dan metode pembelajaran yang tepat sasaran. Untuk mencapai hasil terbaik juga dibutuhkan hubungan kemitraan yang baik dengan orangtua dan kesadaran akan adanya keanekaragaman sumber belajar.
Pendidikan adalah sebuah proses panjang. Jadi, untuk mencapai kuadran sekolah yang memimpin tidak bisa dicapai dalam sekejap. Selama semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan itu setia pada komitmen untuk memajukan pendidikan generasi muda maka kesenjangan bukan suatu masalah untuk menjadi yang terbaik. Dengan bertekun, maka pada akhirnya buah yang manis dapat diperoleh. Buku ini mencoba untuk membantu pembacanya agar mampu menghasilkan buah itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H