Lihat ke Halaman Asli

Retty Hakim

Senang belajar dan berbagi

Dicari: Guru yang Membuat Anak Didik Jatuh Cinta

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Lomba Resensi Buku Pendidikan dari Tanoto Foundation membawa saya membaca dua buah buku yang dilombakan pembuatan resensi bukunya. Keduanya buku yang sangat menarik dan inspiratif.

Buku "Menjadi Sekolah Terbaik: Praktik-praktik Strategis dalam Pendidikan" yang ditulis oleh Prof. Dr. Anita Lie, Ed.D., Takim Andriono, Ph.D., dan Dra. Sarah Prasasti M.Hum., bagaikan sebuah buku panduan dalam membawa sekolah ke arah kesuksesan dengan memadukan panduan dan kisah nyata yang terjadi di lapangan. Buku "Oase Pendidikan Indonesia: Kisah Inspiratif Para Pendidik" yang disusun oleh Tim Penulis Mitra Forum Pelita Pendidikan, juga tampil sangat inspiratif dengan berbagai kisah praktek lapangan yang sangat menarik untuk disimak.

Kedua buku ini membawa percikan harapan bahwa pendidikan bagi semua anak bangsa bisa tercapai. Pendidikan yang bukan sekedar pemberian informasi untuk menambah pengetahuan atau sekedar menambah sertifikat keahlian, melainkan sungguh-sungguh memberikan dasar keahlian bagi peserta didiknya untuk mengarungi kehidupan di masa mendatang.

Saya pernah menuliskan perasaan kurang bersemangat untuk merayakan Hari Pendidikan Nasional dalam tulisan  "Mari Nyalakan Api Harapan di Hari Pendidikan Nasional", dan rasanya api harapan itu berkobar lebih besar setelah membaca kisah-kisah inspiratif pengalaman rekan-rekan pendidik yang dibagikan di dalam dua buku tersebut.

Dalam buku "Menjadi Sekolah Terbaik: Praktik-praktik Strategis dalam Pendidikan" cukup lengkap dibahas masalah yang dihadapi di lapangan, baik di tingkat guru dan kepala sekolah sebagai pelaksana di lapangan, hingga masalah-masalah yang menjadi bagian dari pengambil kebijaksanaan di tingkat nasional. Sementara buku "Oase Pendidikan di Indonesia: Kisah Inspiratif Para Pendidik" memang bagai mata air yang bila dibaca dan dijadikan sumber inspirasi para pendidik akan memberikan kesegaran dan semangat dalam berkarya.

Buah simalakama Kurikulum Nasional

Keberadaan kurikulum terkadang terasa bagai buah simalakama. Menarik untuk disimak tuturan Bambang Wisudo pengajar di Sanggar Akar dalam tulisannya "Lagu Gaza untuk Murid-muridku" (buku Oase Pendidikan di Indonesia halaman 103 -104):

"Keberadaanku sebagai guru di sekolah alternatif memang membuatku memiliki hak eksklusif yang tidak dimiliki oleh guru-guru bersertifikat yang memang mengajar untuk digaji.  Hak eksklusif itu adalah kewenangan menentukan sendiri target, materi dan metode pembelajaran, ataupun cara evaluasi. Aku tidak tertarik untuk menengok Kurikulum Nasional pelajaran bahasa Inggris, baik untuk tingkat SMP maupun SMA yang sejak dulu terbukti gagal. Tidak ada jaminan sama sekali mengikuti Kurikulum Nasional, bahkan lulus Ujian Nasional, membuat anak-anak mengerti bahasa Inggris..."


Kurikulum, baik berlabel Kurikulum Nasional ataupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), atau bahkan Kurikulum 2013 yang sekarang sedang sibuk disosialisasikan, tampil bak makan buah simalakama bagi para guru.  Ya, bak makan buah simalakama...kalau dimakan Ibu mati, tidak dimakan Bapak mati. Seperti kata Bambang Wisudo, tidak ada jaminan mengikuti Kurikulum Nasional membuat anak mengerti bahasa Inggris (atau mata pelajaran yang diajarkan). Tetapi, di lain pihak, tanpa adanya panduan kurikulum secara nasional bisa membuat kesenjangan antar daerah bertambah. Seperti yang dibahas di buku Anita Lie dan kawan-kawannya itu, kesenjangan adalah masalah yang bisa terpetakan di Indonesia. Sementara itu, kita tidak bisa menutup mata terhadap masuknya era globalisasi di mana setiap orang harus bisa bersaing secara bebas tanpa ada lagi batas negara dan teritorial. Apakah kualitas kelulusan di setiap sekolah di setiap pelosok Indonesia bisa dipandang sama untuk bersaing secara bebas di dalam pasar global?

Kurikulum 2013 yang kini sedang diupayakan untuk dijalankan bukan tanpa masalah. Sebagian guru skeptis dengan kelanjutan nasib kurikulum ini karena semboyan "ganti menteri ganti kurikulum" tampaknya terlanjur erat melekat di memori para guru. Sementara itu, distribusi buku di lapangan juga tampaknya masih tersendat (baca: Disdikbud Belum Terima Buku Kurikulum, Penerapan Kurikulum 2013 Masih Terkendala Pengadaan Buku) .

Dalam kebingungan arahan kurikulum seperti ini, bukankah guru profesional akan lebih senang langsung mengajar seperti Bambang Wisudo, dibandingkan pusing dengan kurikulum dan segala konsekuensi pekerjaan administratifnya? Waktu untuk persiapan materi bahan ajar bisa jadi habis untuk persiapan perlengkapan administratif yang harus disetor! Buah simalakama bagi guru adalah mendahulukan persiapan bahan ajar untuk kepentingan peserta didiknya, atau mendahulukan kelengkapan kurikulum dan administratif bahan ajarnya. Tapi kalau dibiarkan 100% di tangan guru, maka kompetensi yang dituju bisa jadi akan sangat beragam dari Sabang sampai Merauke. Mungkin inilah buah simalakama yang harus dimakan oleh para pengambil keputusan nasional itu! Karena itu pula kompetensi guru merupakan suatu syarat mutlak untuk kesuksesan pendidikan generasi muda Indonesia.

Sertifikasi guru: untuk profesionalitas atau sekedar untuk tunjangan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline