Lihat ke Halaman Asli

Retty Hakim

Senang belajar dan berbagi

Tolong, Jangan Jadikan Sekolah Sebagai Tempat Pembodohan!

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1411100373132203294

Kalau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu definisi Sekolah adalah usaha untuk menuntut kepandaian. Sementara, dalam sebuah contoh yang diberikan, disebutkan bahwa kata "sudah masak sekolahnya" berarti "sudah pandai benar". Tapi apakah benar sekolah membuat pandai?

Pagi ini, saya baru saja kesal. Salah satu pertanyaan soal PKN untuk siswa SMP kelas VII, yang saya dapatkan dari buku cetak anak saya adalah, "Sebutkan siapakah yang disebut sebagai pendiri negara (founding fathers)?" Anak saya menjawab dengan yakin, "Mr. Muh. Yamin, Mr. Supomo, Ir. Sukarno, dan seluruh rakyat Indonesia." Lho...lho..., sepanjang pengetahuan saya, yang biasanya disebut-sebut sebagai founding fathers Indonesia adalah Ir. Soekarno dan Drs. Muh. Hatta. "Jawabannya harus itu, Ma...kurang seluruh rakyat Indonesia saja saya disalahkan," kata anak saya menjelaskan. Tapi kemana nama Muhammad Hatta?

[caption id="attachment_360064" align="aligncenter" width="300" caption="dok. pribadi"][/caption]

Jadilah kami bertanya kepada Om Gugel, dan ternyata jawaban wikipedia versi bahasa Inggris (walaupun secara ilmiah dilarang mengutip wikipedia, tapi rasanya masih cukup akurat mengintip ke wikipedia) adalah Sukarno dan Muhammad Hatta.

Sebuah tulisan dari Iwan Satyanegara Kamah di Balytra.com, cukup detail menjelaskan bahwa istilah founding fathers itu dicomot begitu saja dari istilah yang digunakan di Amerika Serikat. Istilah founding fathers ini di negara asalnya adalah orang-orang yang menandatangani Deklarasi AS, ditambah tokoh yang hadir dalam konvensi yang mengesahkan konstitusi negara tersebut. Nah, menurut paparan penulis di tulisan berjudul "Siapa Pendiri Bangsa (Founding Fathers) Republik Indonesia?" itu, sebenarnya ada sekitar tiga puluh orang yang hadir pada waktu naskah Proklamasi dirumuskan dan disetujui, tetapi hanya dua yang menandatanganinya.

[caption id="attachment_360067" align="aligncenter" width="300" caption="dok. pribadi"]

1411100455965799940

[/caption]

Masih panjang uraian untuk pendiri bangsa Republik Indonesia ini, sehingga akhirnya anak saya bertanya, "Jadi, saya jawabnya apa dong?" Dengan kesal saya menjawab, "Jawab saja sesuai mau gurumu, asal kamu ingat itu hanya untuk mencari nilai di rapor ya... "

Penulis buku memang tidak secara langsung mengatakan bahwa Founding Fathers NKRI adalah tiga nama tersebut, tetapi dengan pandai menggiring guru untuk membuat risalah jawaban singkat tiga nama tokoh tadi. Dalam uraiannya, pengarang buku menuliskan:

"Dalam pengertian umum, pendiri negara adalah seluruh rakyat Indonesia yang telah berjuang melawan penjajah, dengan semangat cinta tanah air, nasionalisme, rela berkorban jiwa, raga, harta, benda, waktu, tenaga dan sebagainya demi meujudkan cita-cita Indonesia merdeka. Pendiri negara dalam arti khusus adalah para tokoh pejuang nasional yang telah merumuskan dasar negara Pancasila, UUD 1945 dan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia."


Selanjutnya setelah beberapa uraian mengenai keberagaman asal para tokoh yang masuk dalam BPUPKI yang berjumlah 62 orang, dijelaskan bahwa para tokoh itu antara lain adalah Mr. Muh. Yamin, Mr. Supomo, Ir. Sukarno. Nama ketiga tokoh ini cukup sering disebutkan, sehingga anak-anak juga menganggap bahwa guru mereka mengambil nama-nama itu sesuai dengan buku cetak.

Walaupun secara langsung penyusun buku tidak salah, karena adanya kalimat "antara lain" tersebut, tetapi kesalahpahaman sudah terjadi dan entah berapa puluh anak yang menerima masukan yang sama.

Ini bukan kejadian pertama yang saya temui. Pada waktu mereka di SD, juga ada kesalahan dari penulis buku dalam mencantumkan foto lukisan "Penangkapan Pangeran Diponegoro" dari pelukis Raden Saleh dengan menggunakan foto lukisan "Penyerahan Pangeran Diponegoro" dari pelukis Belanda Nicolaas Pieneman. Kesalahan yang kelihatannya kecil...tapi bisa jadi berdampak besar. Padahal sayang sekali, karena kedua lukisan yang berbeda itu memiliki filosofi yang berbeda dalam memandang kisah penangkapan Pangeran Diponegoro.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline