Lihat ke Halaman Asli

Tetap "Deg-degan " Ketika Masuk Kamar Operasi Kali Keempat

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tahu  Dahlan Iskan ? Bos Jawa Pos Group yang sekarang jadi Dirut PLN itu pernah menulis buku Ganti Hati yang menceritakan pengalamannya menjalani operasi tranplantasi  hati di China. Dalam buku tersebut Dahlan Iskan menulis " Kini ada simbol mercy di perut saya (sebuah penutup )"  hal. 204.Maka dengan bangga sekaligus "malu-malu" saya akan menulis " ada keloid panjang di perut dan tangan kiri saya".

Masuk kamar operasi di rumah sakit barangkali masih menjadi momok bagi sebagian orang, tidak terkecuali saya. Tapi di usia saya yang menginjak 37 tahun bulan Oktober nanti ,saya telah mengalami empat kali masuk (kemudian keluar tentunya) kamar operasi. Operasi yang pertama saat usia saya 26 tahun. Waktu itu usia kehamilan  saya telah memasuki bulan kesepuluh tetapi jabang bayi di perut saya belum menunjukkan tanda-tanda ingin keluar. Akhirnya setelah melalui proses disuntik pacu dan sekali lagi si calon baby masih cuek betah di perut , Dokter kandungan saya dr. Tri memutuskan untuk mengeluarkan jabang bayi dengan cara operasi sesar . Jangan ditanya bagaimana perasaan saya waktu itu. Takut, deg-degan, khawatir.. barangkali itu kata -kata yang bisa menggambarkannya. Operasi pertama dilakukan pada hari Kamis malam atau Jumat dini hari 13 Juli 2001. Saya sempat mengamati jalannya operasi sebelum akhirnya takluk oleh obat bius. Empat orang perawat, satu orang dokter anestesi dan satu orang dokter kandungan dengan kostum warna hijau lengkap dengan tutup kelapa dan penutup mulut/hidung mengerubuti saya di meja operasi. Dari enam orang tenaga medis hanya satu orang yang jenis kelaminnya sama dengan saya.. sungguh ada perasaan sungkan dan malu di dalam hati saya bagaimana tidak. Ketika masuk kamar operasi perawat telah mencukur habis (maaf ) rambut di kemaluaan saya . Ditambah lagi tidak ada penutup badan kecuali kostum pasien operasi  duuh  malunya. Semua perasaan malu berubah menjadi rasa yang sakitnya campur aduk pasca operasi. Saya sadar di waktu pagi menjelang subuh di  bangsal perawatan. Waktu itu cairan infus dan cairan darah di sematkan di tangan saya. Saya memang mengeluarkan banyak darah sehingga memerlukan tranfusi darah. Kata suami yang menjaga selama saya belum sadar, saya meracau tidak karuan waduh.. malunya. Perjuaangan pasca operasi terasa berat bagi saya. Keinginan untuk segera merasakan minum, bergerak dengan bebas tanpa rasa sakit bahkan memiringkan badan tanpa rasa sakit campur aduk menguasai. Praktis selama tiga hari rasa sakit sangat dominan . Setelah tiga hari baru saya bisa mulai turun dari tempat tidur dan ke kamar mandi. Bagaimana dengan ASI  ? otomatis anak pertama saya baru bisa merasakan nikmatnya ASI  setelah tiga hari tersebut.

Trauma dengan proses kelahiran  yang pertama saya dan suami sengaja memberi jarak untuk mempunyai anak kedua. Anak Pertama saya Alfian Rizky Aswin Pratama sudah duduk di TK B ketika kami memutuskan  untuk  memberinya adik. Bulan September 2006 , saya mengalami kecelakaan sepeda motor. Tulang di tangan kiri saya patah karena kecelakaan  tersebut. Terpaksa saya menjalani operasi pemasangan platina di tangan kiri saya. Sama seperti operasi yang pertama hanya ada satu perempuan perawat yang menemani saya di meja operasi. Selebihnya semuanya laki-laki. Berbeda dari operasi yang pertama ,pasca operasi  keadaan paling dominan saya rasakan  adalah bengkak di lengan atas dan telapak tangan saya. Yah tentu saja barangkali kedua organ tubuh saya tersebut sedang beradaptasi dengan "benda" baru di dalam tangan kiri saya.

Sebulan setelah operasi tersebut saya positif  hamil. Bulan ketiga kehamilan dokter kandungan  menginformasikan bahwa janin di perut saya kembar. Wow.. sungguh takjub kami dibuatnya bagaimana tidak? tidak ada keturunan kembar di garis keturunan keluarga saya maupun keluarga suami. Dokter meyakinkan kami pasti ada pendahulu kami yang kembar. Kami menyikapinya dengan santai, kami anggap  ini adalah anugerah dari Tuhan YME. Daripada kami pusing harus mencari  -cari silsilah kembar . Keinginan untuk melahirkan secara normal terpaksa harus saya kubur dalam -dalam. Kondisi janin yang sungsang dan melintang tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal. Akhirnya dengan terpaksa saya mengagendakan operasi kelahiran kedua sekaligus operasi  ketiga. Tanggal 26 Juli telah dipilih untuk jadwal operasi. Tetapi Tuhan berkehendak lain tanggal 18 Juli 2007  selesai menjalankan Sholat Magrib saya mendapati ketuban telah pecah. Dokter memutuskan untuk segera melaksanakan operasi. Ketika memilih dokter kandungan saya yang kedua , saya sengaja memilih dokter kandungan perempuan untuk menghindari rasa malu dan sungkan. Tetapi sekali lagi saya harus dibuat malu di meja operasi. Karena meskipun sang dokter perempuan (sekaligus satu-satunya perempuan ) perawat operasi dan dokter Anestesi adalah laki-laki. Saya tidak bermaksud untuk membeda-bedakan jenis kelamin ketika menulis keadaan ini hanya perasaan saya sungguh "tidak" nyaman mengalaminya. Berbeda dari operasi Caesar yang pertama  yang dilakukan dengan pembiusan total. Maka operasi  Sesar  yang kedua saya memilih dengan pembiusan lokal dengan tujuan ingin melihat proses operasi . Meskipun sudah dua kali menjalani operasi perasaan takut tidak bisa pergi . Terbukti tekanan darah saya yang biasanya normal (110/90) tiba -tiba menjadi tinggi 135 /90 . Ketika operasi berlangsung saya bisa merasakan dan mendengarkan tahap-demi tahap operasi kelahiran anak kembar saya karena hanya dihalangi oleh kain putih yang diletakkan diantara  perut dan dada saya. Maka ketika dokter saya mengangkat anak kembar pertama saya , ia berkata " cewek , Buk " dan kemudian " cewek lagi, Buk " ...dan saya sungguh syok mendengar suara seperti penyemprot air di tempat pencucian sepeda motor dan mobil terdengar . Ternyata dokter dan perawat sedang membersihkan perut saya untuk persiapan akhir operasi.

Nah, setelah menjalani tiga kali operasi tersebut ada "ketakutan" dalam diri . Maka saya tenang tenang saya meskipun si platina telah mendekam selama empat tahun lebih di tangan kiri saya. Tapi , sebuah peristiwa yang terjadi di depan mata saya telah mengubahnya. Ceritanya , saat pengajian akbar di sekolah saya, seorang murid yang telah menjalani operasi pemasangan platina di bahu kirinya mengalami "kecelakaan " .Platina di bahu kiri tersebut telah lepas dan keluar sehingga terlihat dari luar. Melihat kejadian tersebut tetu saja saya merasa takut dan terkejut. Takut kalau hal yang sama terjadi pada diri saya. Akhirnya dengan memberanikan diri saya memutuskan untuk mengambil paltina dari tangan kiri saya saat  libur tahun ajaran baru . Tanggal 30 Juni 2011  Saya masuk RS Kasih Ibu Surakarta dan seperti yang saya tulis di awal. Saya tetap takut  msekipun telah mengalami tiga kali operasi. Indikasinya, tekanan darah saya naik . Tapi untunglah Tuhan masih melindungi dan menyelamatkan saya. Alhamdulillah , pasca operasi saya langsung sadar ketika didorong keluar dari kamar operasi. Suami, anak dan keluarga yang setia menunggu  halannya operasi langsung dapat saya kenali. Rasa sakit yang menyertai operasi juga tidak terlalu dominan, hanya sedikit bengkak di telapak tangan. Subhanallah , saya sungguh takjub ketika suami menunjukkan platina yang selama ini telah mengiringi kemana pun saya melangkah. Allahu Akbar.. saya telah mengalami empat kali operasi semoga ini yang terakhir Ya Allah.. AMIN .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline