Lihat ke Halaman Asli

Rabi'ah Al Adawiyah: Sufi Wanita Pencetus Mahabbatullah

Diperbarui: 2 April 2022   08:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rabi’ah Al Adawiyah. Pemilik asli nama Rabi’ah binti Ismail bin Hasan bin Zaid bin Ali bin Abi Thalib dilahirkan di kota Basrah, Irak pada tahun 95 H. Rabi’ah merupakan klien atau mawlat dari Klan al-Atik dari suku Qays. Ia juga yang dijuluki Syahidatul ‘Isyqil Ilahi (wanita yang syahid oleh kerinduan ilahi). Dia putri keempat dari empat bersaudara yang dilahirkan di keluarga miskin tanpa sepeser uang pun, bahkan tak ada penerangan saat ia dilahirkan.

Semasa hidupnya, Rabi’ah tak pernah terpesona dengan gemerlapnya dunia karena ia hidup dengan sifat zuhud. Pernah suatu ketika Rabi’ah menolak seseorang yang hendak menafkahinya karena merasa iba. Rabi’ah lalu menjawab, “Sungguh aku malu untuk meminta harta dunia pada sang pemiliknya (Allah), bagaimana mungkin aku memintanya kepada manusia yang bukan pemiliknya.” Hal yang serupa terjadi ketika majikannya melihat cahaya iman saat Rabi’ah sholat malam. Majikannya pun menawarkan kepada Rabi’ah untuk tinggal bersama dan akan memenuhi semua keperluan Rabi’ah, namun ia juga menolaknya. Ia lebih memilih untuk kembali ke kampung halamannya di Basrah dan mengabdikan diri sebagai seorang sufi.

Rabi’ah dikenal sebagai seorang wanita yang zuhud. Ia sangat memprioritaskan untuk kehidupannya di akhirat dan tidak terlena oleh urusan dunia atau. Menurutnya dunia hanyalah fana dan tempat untuk menanam bekal amal sholeh untuk di akhirat nanti. Hal ini yang menjadikan Rabi’ah mengabdikan sepenuh hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah Swt. Selama hidupnya ia sungguh tulus dan ikhlas dalam mencintai Allah sehingga ia menjadi seorang sufi.

Rabi’ah merupakan sufi wanita yang pertama kali mengenalkan konsep cinta mahabbatullah yang telah menjamur di kalangan sufisme. Konsep ini memiliki makna bahwa seseorang yang ingin mendapatkan cintanya Allah harus meninggalkan segala bentuk kehidupan yang menghalangi, merusak, atau memisahkan dirinya dari Allah agar mengabdikan diri kepada sang pencipta.

Ajaran yang paling utama dari sufi wanita ini adalah al-mahabbah, dan menurut banyak pendapat bahwa ia adalah orang yang pertama kali mengajarkan al-hubb dengan isi dan pengertian yang begitu mendalam. Barangkali hal ini ada kaitannya dengan kodratnya sebagai wanita yang berhati lembut penuh kasih sayang. Cinta murni dan tulus hanya kepada Allah merupakan puncak ajarannya dalam tasawuf dan dituangkan melalui kalimat-kalimat puitis. Sya’ir berikut dapat menerangkan apa yang dimaksud dengan al-mahabbah:

“Kasihku, hanya Engkau yang kucinta, Pintu hatiku telah tertutup bagi selain-Mu, Walau mata jasadkku tak mampu melihat Engkau, namun mata hatiku memandangmu selalu.”

Menururt Rabi’ah cintanya terbagi menjadi dua jenis, yaitu cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu, hal ini tertera dalam sya’irnya:

“Aku mencintai-Mu dengan dua macam cinta,

Cinta rindu dan cinta karena Engkau layak dicinta,

Dengan cinta rindu, ku sibukkan diriku dengan mengingat-ingat-Mu

selalu dan bukan selain-Mu,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline