Sebagai bagian masyarakat yang tinggal di daerah kepulauan, penulis merasa sedih dengan keputusan Presiden Jokowi, meneken PP No. 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. PP ini sebenarnya juga menuai kritik dari berbagai pihak. PP ini kembali membolehkan ekspor pasir yang sudah 20 tahun dihentikan melalui Keppres No 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut.
Tak bisa dipungkiri, kebijakan ini akan berimbas pada daerah-daerah berpantai di perbatasan negeri, seperti Batam dan wilayah lain di Kepulauan Riau. Kompas.id melansir kebijakan membuka keran ekspor pasir laut, rawan mengulang mimpi buruk nelayan di Kepulauan Riau. Dampak rusaknya pesisir akibat penambangan pasir laut yang pernah marak puluhan tahun lalu masih terasa sampai sekarang. Sejak 1976, pasir dari perairan Batam dan Karimun, Kepri, diambil secara ugal-ugalan untuk mereklamasi Singapura. Tambang pasir laut mengakibatkan ekosistem laut dan pesisir rusak. Ikan menghilang dan nelayan sengsara Pulau-pulau kecilpun mengalami abrasi karena pasir laut di sekitarnya dikeruk terus-menerus. Salah satu contohnya Pulau Nipah di desa Pemping, Kecamatan Belakang Padang, sudah terendam laut
Pendapat Pakar
Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah, menyatakan, memang sedimentasi atau pendangkalan laut menjadi salah satu penyebab kerusakan laut. Di daerah-daerah pesisir yang banyak terumbu karang misalnya, ekosistem lautnya jadi mati karena ada sedimentasi laut. (Liputan6.com, 31/5/2023). Namun jika pemerintah benar-benar ingin memulihkan laut yang mengalami sedimentasi, bersihkan dulu segala sesuatu di daratnya, agar tidak mengirim sedimentasi ke laut, setelah itu baru membersihkan sedimentasi laut.
Afdillah bahkan menyebut, alasan sedimentasi hanya greenwashing ala pemerintah. Membuat kebijakan yang seolah-olah baik, memberikan perlindungan lingkungan, namun yang terjadi aturannya membuka ruang eksplorasi ekstraktif.
Selain itu, Guru besar IPB, Prof. Didin S. Damanhuri juga berkomentar bahwa bisnis pasir laut ini, sangat menggiurkan. Khususnya di kawasan yang berdekatan dengan Singapura. Karena negeri Singa itu, ingin terus memperluas daratannya. Prof. Didin menduga terjadi lobi dari Singapura agar Presiden Jokowi meneken PP ini. Menariknya, Prof. Didin mengkaitkan munculnya PP 26 tahun 2023 dengan miskinnya investor yang masuk ke IKN Nusantara. Bisa jadi, langkah ini bertujuan untuk mengundang investasi dari Singapura. Dan sejalan dengan dugaan ini, Duta Besar RI untuk Singapura, Suryo Pratomo membawa sekitar 130 pengusaha Singapura jalan-jalan ke IKN Nusantara. Arahnya jelaslah, menggiring mereka membangun bisnis di IKN Nusantara. (Inilah.com, 31/5/2023)
Ekspor Pasir dalam Pandangan Islam
Islam adalah agama yang sempurna. Tidak hanya mengatur masalah ibadah ritual, Islam memiliki aturan lengkap mulai dari aturan bangun tidur sampai membangun negara. Termasuk dalam urusan ekspor pasir ini.
Jika dilihat dari kronologinya, penandatanganan PP 26 tahun 2023 kental dengan aroma kapitalistik. Untuk memdapatkan sejumlah dana, negara membuat kebijakan yang membahayakan masyarakat.
Dalam Islam, pantai merupakan salah satu kepemilikan umum. Kaum muslimin berserikat untuk bisa memanfaatkannya. Tidak boleh ada yang mengkapling pantai sehingga menghalangi kaum muslimin untuk mengambil manfaat dari pantai. Imam Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nizhamul Iqtishodi menjelaskan bahwa milik umum adalah apa saja yang termasuk dalam fasilitas atau kepentingan umum. Jadi, segala benda yang jika tidak terpenuhi dalam komunitas masyarakat menjadikan mereka bersengketa dalam rangka mendapatkannya, dipandang sebagai fasilitas atau kepentingan umum .
Rasulullah SAW pernah bersabda, "Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api." (HR Abu Daud)