Lelaki tua itu bernama Santiago. Bertahun-tahun hingga tua kini ia menjadi nelayan. Menyambangi ikan-ikan di perairan Teluk Meksiko. Ia lelaki tua, yang tentu saja dikalahkan oleh nelayan muda berkapal besar. Ia Santiago, lelaki tua, nelayan tua, berkapal kecil.
Hari itu dan setiap harinya nelayan muda berkapal besar balik ke daratan. Membawa ikan besar tangkapan mereka, lumba-lumba hingga hiu. Lelaki tua itu berhari-hari melaut tapi tak dapat dikata ikan hasil kerjanya hanya ikan kecil.
Hingga suatu hari, takdir itu menjemput kailnya.
Buku ini berkisah tentang lelaki tua yang pada akhirnya mendapatkan apa yang ia harapkan. Ia berhasil menjerat ikan besar yang bahkan amat besar di luar perkiraanya. Ikan yang panjangnya sepanjang kapalnya ditambah dua kali panjang kakinya. Yang badannya dua kali ukuran kapalnya.
Di sinilah kisah sesungguhnya bermula. Setelah berhasil terkena kait, lelaki tua itu tidak langsung membunuh ikan besar itu. Ia melihat ikan ini berbeda. Ia ikan yang cerdas, bijaksana, dan sangatt tenang. Belum pernah ia menghadapi ikan yang setenang itu meski sadar muncungnya kini terkail.
Lelaki tua kemudian menegosiasi dirinya sadar bahwa ikan itu tak mudah dibunuh. Akhirnya, ia membiarkan ikan itu menggerakkan kapalnya, menjauh dan semakin menjauh ke arah Timur.
Sepanjang 40 hari lelaki tua itu terombang ambing di laut. Menunggu hingga ikan itu naik sendirinya ke permukaan, menyerahkan harga dirinya.
Bagian ini menurut saya sangaat menyebalkan. Saya sendiri berasa tidak sabar dan ingin tahu bagaimana akhir sesungguhnya. Ikan itu antara berhasil dan tidak ditangkap sehingga membuat degdegan dan segera ingin membaca halaman demi halaman.
Ternyata, berhasil (setelah rempong dan lama sekalee benar-benar serasa 40hari -_-) Ikan itu dengan sendirinya lelah dan mengalah. Dan lelaki tua berhasil bertahan meski mengorbankan darah di tangan kirinya dan punggung yang sakit karena menahan tali tarikan ikan.
Apakah berakhir? Tidak! Pertarungan sesungguhnya itu baru berlangsung ketika ikan diikat di samping kanan perahunya (karena besar sekali jadi tidak mungkin masuk ke kapal).
Dalam perjalanan pulang, bau amis dan darah ikan besar itu tak dapat dihindari menyeruak di laut. Para hiu mencium dengan cepat. Tiba2 seekor hiu mendekati perahu, menggigit ikan mati itu. Namun dengan tangkas lelaki tua membunuhnya.