Lihat ke Halaman Asli

Retno Nova Amaliah

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA)

Sesuaikah Sistem Sanitary Landfill di TPA Baru Darupono, Kabupaten Kendal dengan UU Nomor 32 Tahun 2009?

Diperbarui: 19 Agustus 2022   09:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tempat Pembuangan Akhir Darupono Baru, Kabupaten Kendal

Oleh : Retno Nova Amaliah & Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H.

Menjadi sebuah keprihatinan bersama manakala melintas di sebuah kawasan yang tampak sampah menggunung dan berserakan. Sejak dulu sampai dengan akhir tahun 2020, kelebihan kapasitas tempat pembuangan akhir sampah yang berada di daerah Darupono, Kecamatan Kaliwungu Selatan, Kabupaten Kendal menjadi permasalahan tersendiri bagi masyarakat dan pemerintah setempat.

Pemerintah Kabupaten Kendal menanggapi hal tersebut dengan membuat rencana Tempat Pembuangan Akhir baru yang berbasis sanitary landfill. Sistem ini sudah banyak digunakan berbagai kota di Indonesia.

Tahap pengolahan sampah yakni dengan cara dipilah terlebih dahulu antara sampah organik dan sampah anorganik, sampah organik akan dipadatkan kemudian dihubungkan dengan saluran khusus untuk mengalirkan air limbah dan gas metana dari sampah ke bak penampungan (block cell), sementara sampah anorganik akan dimanfaatkan dengan cara didaur ulang menggunakan mesin/menjadi barang kerajinan. Setelah itu, sampah dibuang dan ditumpuk di lokasi cekung, dipadatkan, lalu ditimbun dengan tanah.

Tampak depan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Darupono Baru, Kabupaten Kendal

Tempat pembuangan akhir (TPA) baru tersebut sudah dikelola Pemerintah Kabupaten sejak tahun 2021. Produksi sampah masyarakat Kabupaten Kendal masih cukup tinggi, yakni mencapai 80 ton per hari yang umumnya dari sampah rumah tangga.

Dilihat dari banyaknya jumlah sampah rumah tangga tersebut, sudah pasti terdapat banyak limbah jenis B3 (bahan beracun dan berbahaya). Penggunaan sanitary landfill ini juga dapat berdampak buruk bagi keberlangsungan ekosistem disekitarnya jika tidak digunakan dengan baik dan benar. 

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (2) yang merupakan upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Undang-undang tersebut menjelaskan dalam BAB X bagian 3 Pasal 69 mengenai larangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan melakukan pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan beracun (B3), memasukkan limbah ke media lingkungan hidup, melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.

Larangan dari pasal diatas mempunyai sanksi yang tegas dalam Pasal 103, yang berbunyi: “Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline