Ketika saya masi duduk di bangku Sekolah Dasar, saya begitu bangga dengan Indonesia, Tanah Air kita tercinta. Pada saat itu mungkin memang seluruh anak-anak Sekolah Dasar di doktrin untuk cinta Tanah Air dan Bangsa. Banyak yang bisa dibanggakan dari Indonesia, kekayaan alamnya, dan ramah-ramah penduduknya. Sampai sekarang pun masih ada di kepala saya tentang sebutan Zamrud Khatulistiwa, dan sebutan-sebutan yang lain.
Waktu beranjak, saya duduk di bangku SMP, SMA, dan bangku perkuliahan. Disana tidak ada lagi doktrin tentang Indonesia, tetapi lebih ke aturan-aturan hukum yang seharusnya kita taati. Ok, kita mengerti Indonesia, Ibu Pertiwi yang sedang menangis. Dan sekarang benar-benar saya menyadari, tidak ada lagi yang bisa dibanggakan dari Indonesia kita, ketika saya menginjakkan kaki di benua Eropa, Jerman.
Saya masih ingat doktrin ketika di Sekolah Dasar tentang Zamrud Khatulistiwa. Saya pun bangga sebagai orang Indonesia, dimana terkenal kekayaan alamnya dan ramah tamah budayanya. Adapun lagu yang berkata bahwa Indonesia masyur sampai ke ujung dunia, tetapi pada kenyataannya adalah kosong. Bahkan banyak orang yang tidak mengenal Indonesia. Tetapi mereka lebih mengenal Thailand. Sedih rasanya saya waktu itu. Beberapa orang mengenal Indonesia dan mereka mengenal hanya yang buruk tentang Indonesia. Dimana kekayaan alam kita sekarang? Dimana pariwisata kita? Dan dimana ramah tamah budaya kita?
Ketika itu saya kaget karena mendapat surat dari dinas keamanan kota setempat. Saya harus datang membawa paspor saya. Dan disanalah saya harus mengisi berlembar-lembar pertanyaan yang berkaitan dengan terorisme. Pada waktu itu saya ditemani oleh seorang teman saya berkewarganegaraan Jerman. Saya sungguh malu dan ingin menangis. Kepada saya juga diperlihatkan daftar negara yang masuk ke dalam blacklist. Indonesia adalah salah satunya. Saya sedih bukan main. Saya malu sebagai warga Indonesia, sampai segitukah buruknya nama Indonesia sehingga masuk ke dalam daftar hitam?
Yang lebih saya sayangkan lagi adalah, banyak warga Indonesia, pemuda Indonesia yang menuntut Ilmu di luar negri tetapi tidak mau lagi pulang ke Indonesia, tetapi menetap di negara itu. Kerjasama dari pihak yang berpikiran terbuka adalah yang dibutuhkan Bangsa kita saat ini.
Berharap Ibu Pertiwi berhenti meneteskan air matanya. Mari kita bekerja sama, dan memulainya dari diri kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H