Sobat Kompasiana, kereta api merupakan moda transportasi favorit Ibun Enok. Selain harganya yang relatif lebih terjangkau dari pesawat, kereta api di Indonesia saat ini terasa semakin nyaman. Pilihan rute dan jadwal perjalanannya pun banyak, sehingga kita dapat menyesuaikannya dengan agenda perjalanan. Selain itu, apabila mengajak anak kecil akan lebih nyaman. Apabila bosan, kita dapat mengajak melihat pemandangan melalui jendela, sekedar jalan-jalan di sepanjang gerbong atau berkunjung ke gerbong restorasi sambil jajan.
Dari masa kecil Ibun Enok yang saat itu nomaden mengikuti perpindahan orang tua dinas di Jawa Timur, seringkali memilih kereta api untuk pulang kampung ke Yogyakarta. Bagi anak kecil, tentu saja ini menjadi pengalaman paling menyenangkan berjalan-jalan dengan kereta api. Apabila menjelang mudik lebaran tiba, kami selalu antusias dan tak sabar untuk segera bepergian dengan kereta api.
Namun, saat itu tahun 1990-an memang keadaan kereta api tak senyaman sekarang ini. Bila tak dapat tiket tempat duduk, kami bisa berdesak-desakan duduk di lorong antara tempat duduk atau malah masih teringat di ingatan Ibun Enok, kami sekeluarga pernah berada di gerbong barang bersamaan dengan barang dan ternak kambing yang dibawa penumpang. Sayangnya, Ibun Enok lupa nama kereta api rute Kediri-Yogyakarta waktu itu.
Saat dewasa, pengalaman yang sangat berkesan lainnya, kereta apilah yang mempertemukan Ibun Enok dengan jodoh. Waktu itu Ibun Enok dalam perjalanan pulang menggunakan kereta Lodaya jurusan Bandung setelah mengikuti tes wawancara program pengembangan staf salah satu bank, namun tidak lolos. Dalam perjalanan pulang, Ibun Enok pun bertemu dengan jodoh yang saat ini menjadi suami. Sampai saat ini kami sering bercanda "tidak dapat bank tapi dapat bang suami":).
Setelah Ibun Enok mendapatkan pekerjaan di Jakarta pun, selama 8 tahun Ibun Enok mengandalkan perjalanan pulang kampung Jakarta-Yogyakarta dengan kereta api jarak jauh. Selain itu, terkadang untuk pulang kerja, Ibun Enok naik kereta KRL yang penuh sesak dari stasiun Tanah Abang atau Gambir ke Stasiun Manggarai. Dari berbagai macam kelas kereta api jarak jauh jurusan Yogyakarta Ibun Enok coba, dari kelas ekonomi , bisnis sampai eksekutif, dari Progo, Fajar Utama, Senja Utama, sampai Taksaka. Hal ini tergantung ketersediaan tiket dan penyesuaian jadwal kepulangan.
Meskipun bukan komunitas pekerja "pjka" (pulang Jum'at kembali Ahad), Ibun Enok setiap ada long weekend pulang ke Yogyakarta pernah naik kereta ekonomi yang murah meriah tiketnya, kalau tidak salah ingat masih berkisar 35 - 70 ribu. Saat itu, Ibun Enok masih bisa naik dan turun dari kereta Progo di Stasiun kecil Pathukan dekat rumah. Sayangnya, saat ini belum diaktifkan kembali stasiunnya.
Asyiknya naik kereta ekonomi atau bisnis saat itu, selain masih ada penumpang yang duduk di bawah karena tidak mendapat kursi, pedagang asongan masih bisa naik kereta untuk menjajakan dagangannya. Dari makanan pecel, jajanan, minuman kopi dan teh, makanan oleh-oleh, baju sampai mainan pun ada. Hal unik dan lucunya lagi, kalau naik kereta malam sudah sampai daerah Wates, biasanya ada pengamen yang membangunkan dengan lagu "wer-ewer".
Apabila tidak mendapatkan tiket ekonomi, Ibun Enok menggunakan alternatif tiket yang masih tersedia baik kelas bisnis maupun eksekutif. Memang lebih nyaman tempat duduknya, ber-AC dan tersedia pembelian makanan box dan tayangan tv. Namun, di kedua kelas ini kita tetap harus berhati-hati menjaga barang bawaan yang berharga.
Saat itu era tahun 2009-2012 pembelian tiket kereta api terbilang masih agak sulit. Malah terkadang beberapa teman yang harus pulang seminggu sekali mengandalkan jasa calo tiket atau pertemanan komunitas "pjka" tadi. Berbicara tentang berburu tiket kereta api, hal yang paling berkesan bagi Ibun Enok adalah saat berburu tiket lebaran. Saat H-30 sudah mulai dibuka pemesanannya, dari Pk. 00.00 Ibun Enok akan terus terjaga mencoba memesan tiket baik melalui telepon maupun aplikasi KAI. Kecewanya kalau sudah berusaha dari Pk. 00.00 tapi masih belum dapat juga. Terpaksanya menunggu kalau ada pembatalan tiket.
Teringat saat merasakan berbagai jenis kereta api di Negeri Sakura pada tahun 2013-2014, Ibun Enok sangat antusias mencoba kereta KRL densha, chikatetsu, JR, sampai Shinkansen. Pembelian tiketnya pun sangat mudah, kalau KRL disediakan mesin vending. Pelayanannya sangat prima, dari keramahan petugasnya sampai kalau ada penumpang disabilitas di stasiun berikutnya akan ada petugas yang bersiap membantu menyediakan papan turunan di depan pintu kereta. Pernah juga KRL JR memberikan program menarik saat liburan berupa tiket "Ju Hachi Kippu", yaitu tiket terusan menggunakan JR senilai 10.000 Yen bisa berkeliling Jepang kemana saja berlaku selama 5 hari. Namun, memang bedanya soal aturan dan etika di dalam kereta disana kita tidak boleh berisik, sampai menerima telepon pun dilarang. Ibun Enok pun waktu itu bergumam, "Kapan ya perkeretaapian Indonesia seperti ini".