Bangsa kita pernah punya masa di mana ada kekosongan ideologi. Saat itu adalah masa awal reformasi dimana rezim Orde Baru yang runtuh dan masa baru yang penuh dengan kebebasan dimulai.
Pada masa itu baik pemerintah maupun masyarakat masih sibuk dengan penataan era baru. UU baru dibuat, beberapa perbaikan konstitusional dibuat dan beberapa perbaikan yang dianggap penting dilakukan. Pada masa itu ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada beberapa pembaruan pada UUD 1945 (amandemen) dilakukan mengikuti perkembangan yang ada.
Pemerintah (pada saat itu) terkesan membiarkan (tidak bertindak tegas) dan menghentikan beberapa kebijakan yang dirasa terkait dengan rezim lama. Kasarannya, banyak hal yang terkait Orde Baru tidak lagi dilakukan / dilanjutkan karena dirasa tidak baik.
Karena itu beberapa kebijakan seperti penataran P4 bagi mahasiswa tidak lagi dilakukan, ketegasan pemerintah soal pembatasan (atau anjuran ) soal keluarga berancana (KB) juga tidak untuk dilanjutkan. Intensitas kegiatan ibu-ibu yang saya pikir baik seperti toga dan posyandu juga tidak cepat diintesifkan.
Situasi itu terjadi nyaris lebih dari 10-15 tahun sejak era reformasi terjadi. Memang ada beberapa hal kecil diintensifkan kembali tetapi tidak pada porsi tepat sehingga tidak terasa dampaknya. Hingga pada satu titik ditemukan bahwa beberapa hal tidak sejalan dengan dasar dan falsafah negara kita. Sistem desentralisasi dimana tidak daerah diberi kewenangan untuk mengatur mereka sendiri, juga memberi efek yang sangat besar.
Contoh yang paling nyata dan tragis adalah di bidang Pendidikan. Banyak sekolah baik di ibukota maupun di daerah yang tidak lagi mengharuskan ada upacara bendera, sehingga banyak sekali murid yang tidak bisa baris berbaris dan mengucapkan Pancasila secara benar. Tidak itu saja, pandangan sekolah cenderung homogen berdasar satu kesukuan atau satu agama meski sekolah itu sekolah umum maupun negeri.
Sehingga bisa dikatakan bahwa bangsakita mengalami kekosongan ideologi. Secara formal memang tertulis bahwa Pancasila namun sebenarnya banyak sekali pengaruh asing yang mempengaruhi pandangan hidup warga Indonesia saat itu.
Yang paling nyata adalah situasi Pendidikan tinggi dan keluarga muslim Indonesia. Pada perguruan tinggi, ideologi transnasional terlah mencuri hati banyak mahasiswa baru dan sepuluh tahun kemudian mereka menjadi penganut ideoologi transnasional yang yang fanatic. Begitu juga pengajian eksklusif yang diisi oleh penceramah radikal seringkali dilakukan oleh apra kelurga Indonesia.
Belajar akan hal itu mungkin kita harus bersama untuk berbenah. Ideologi trans nasional amat tidak cocok dengan kondisi Indonesia yang sangat beragam ini. Bayangkan Indonesia tanpa Bali karena bumi dan penduduknya menganut faham minoritas (Hindu Bali). Bayangkan Indonesia tanpa Borobudur yang sesungguhnya adalah tempat pemujaan agung bagi yang beragama Budha.
Indonesia adalah negara pluralis dan akan selamanya seperti itu. Karena itu jangan biarkan ada celah kosong ideologi