Lihat ke Halaman Asli

Tugas Bersama Menjaga NKRI

Diperbarui: 20 Maret 2018   08:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia Satu - nasional.kompas.com

Akhir-akhir ini isu politik terlihat mulai memanas. Meski nuansa kampanye pilkada saat ini terkesan sepi. Memang mlai terlihat ada pergeseran pola kampanye. Dari kampanye secara langsung, lalu berubah menjadi kampanye secara online. Tidak sedikit dari para paslon kampanye di media sosial. Selain berbiaya murah, cara ini dinilai lebih efektif untuk merangkul calon pemilih muda. 

Namun masih ada yang mengganjal di tahun politik kali ini. Nampaknya masih banyak kepentingan yang ingin memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Kalangan elit politik berusaha untuk mengobral janji, sementara pihak lain berusaha menciptakan kondisi tidak kondusif melalui informasi hoax dan ujaran kebencian.

Ironisnya, hoax dan ujaran kebencian ini seringkali sepertinya sering dijadikan sebagai alat untuk menjatuhkan pasangan calon. Dan hal itu dilakukan di media sosial, yang saat ini mulai marak digandrungi oleh generasi muda. Dan pada pilpres tahun 2019 mendatang, jumlah pemilih muda tentu tidak bisa dianggap remeh. 

Itulah kenapa, media sosial terus dibanjiri berita yang bermanfaat, berita yang tidak ada manfaatnya, provokasi dan segala macamnya. Semuanya berkumpul menjadi satu. Dan bagi masyarakat yang masih mempunyai literasi media yang rendah, dipastikan akan mengalami kebingungan dalam menyikapi informasi yang berkembang tersebut.

Perlu ada sinergitas dari para pihak, untuk membendung bibit intoleransi yang beredar di dunia maya. Dan salah satu pihak yang harus meluruskan ini adalah para ulama dan pejabat publik. Ulama harus meluruskan pemahaman agama yang salah, yang selalu dibawah oleh para oknum untuk meyakinkan masyarakat. Ulama harus mampu menyejukkan masyarakat yang mudah marah. Karena dalam ajaran agama manampun, amarah yang berlebihan tidak dibenarkan. Karena amarah bisa berpotensi melahirkan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama sendiri.

Saat ini, ada ulama yang sangat menyejukkan tapi ada juga ulama yang selalu meledak-ledak ketika berbicara di depan publik. Begitu juga dengan penguasa yang diberi amanah oleh rakyat, yang duduk di pemerintahan. Hanya sebatas mengingatkan, jika para ulama dan umara ini bisa saling sinergis, tentu masyarakat yang dibawah bisa juga saling sinergis satu dengan yang lainnya. Mari kita lihat saat ini. Ada kelompok yang membawa agama tertentu, tapi justru menebarkan kebencian dan hoax. Kelompok ini menamakan dirinya sebagai muslim cyber army (MCA). Dan tidak sedikit pula, masyarakat yang terprovokasi.

Untuk itulah, para pasangan calon dan elit politik harus mampu memberikan pendidikan politik yang sehat, dalam setiap pidato-pidatonya. Dalam setiap kampanye yang dilakukan secara offline ataupun online, harus terus didorong agar tetap mengedepankan semangat kerukunan. Karena Indonesia akan hancur, jika masyarakatnya terus saling mencaci dan membenci. 

Begitu juga dengan para ulama, juga harus mampu memberikan ceramah-ceramah yang menyejukkan. Berilah masyarakat pandangan yang obyektif, yang bisa membantu dalam menyikapi kehidupan ini. Berilah peringatan dan penjelasan bagaimana memahami ayat suci sesuai dengan konteksnya.

Jika semua pihak bisa saling sinergi, tentu NKRI akan terus berjaya. Keberagaman dan kerukunan negeri ini akan terus terjaga. Dan yang diuntungkan dalam kondisi ini, tentu kita sendiri sebagai warga negara republik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline