Lihat ke Halaman Asli

Adu Domba Haram dalam Pilkada

Diperbarui: 4 Februari 2018   14:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stop Provokasi - www.daulat.co

Mungkin ada yang bertanya, kenapa adu domba dilarang? Logika sederhana, ketika dua domba saling diadu, ketika para pihak saling diadu, ataupun ketika antar pendukung saling diadu, apa jadinya? Ingat, kita adalah manusia yang diberi akal, pikiran, dan perasaan. Dengan kelebihan itulah yang membedakan manusia dengan binatang. Meski manusia dan binatang sama-sama mempunyai nafsu, tapi manusia bisa lebih mengendalikan dari pada binatang. Kenapa nafsu perlu dikendalikan, karena nafsu jika tak bisa dikenalikan, bisa mengarah pada hal-hal yang negatif. Tak terkecuali nafsu untuk saling menjelekkan orang lain. Dan hal inilah yang saat ini marak terjadi. Nafsu saling membenci, nafsu saling mengadu domba demi kepentingan pilkada.

"Mulutmu adalah harimaumu." Pepatah ini begitu familiar dalam masyarakat. Apa maksudnya? Jika kita tidak bisa menjaga atau mengendalikan lisan kita, maka kita akan bisa termakan oleh ucapan kita sendiri, seperti layaknya harimau. Melalui lisan, seseorang bisa terpengaruh menjadi baik, tapi juga bisa terpengaruh menjadi tidak baik. Bahkan, Rasulullah SAW pun juga memberikan jaminan surga, bagi setiap umat muslim yang bisa menjaga lisannya. Dari Sahal bin Sa'ad radhiyallahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda, "barangsiapa menjamin untukku apa yang ada di antara kedua dagunya (lisan) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan/farji), maka aku akan menjamin untuknya surga." (HR. Al-Bukhari).

Jika kita lihat yang terjadi saat ini, tentu sangat mengkhawatirkan. Provokasi dan ujaran kebencian begitu nyata terjadi di sekitar kita. Anjuran agama sudah menegaskan, bahwa provokasi, adu domba, ataupun ujaran kebencian harus dijauhi. Ucapan dan perilaku sehari-hari tidak boleh memicu terjadi pertengkaran ataupun konflik. Jika demi kepentingan untuk mendapatkan kursi kekuasaan, lalu menghalalkan segala cara termasuk dengan cara mengadu domba, tentu hal ini tidak hanya menyalahi aturan agama dan bermasyarakat, tapi juga melanggar semangat pilkada yang jujur dan adil.

Apa dampaknya jika praktek adu domba ini terus dilakukan? Logika sederhana saja, jika benda saling diadu atau dibenturkan, tentu akan ada yang rusak ataupun pecah. Jika tubuh saling diadu, tentu akan ada bagian yang sakit. Nah, bagaimana jika kepentingan saling diadu? Dampaknya adalah hanya kepentingan pribadi atau kelompok saja yang berusaha untuk dimendangkan. Sedangkan kepentingan yang lebih luas, yaitu kepentingan masyarakat akan menjadi korbannya. Banyak contoh di berbagai daerah, ketika pilkada masyarakatnya saling serang, hanya karena terpengaruh oleh adu domba. Tidak sedikit konflik yang terjadi dalam pilkada, karena pengaruh adu domba di media sosial.

Sebentar lagi, pada Juni 2018, sebanyak 171 daerah akan menggelar pilkada secara serentak untuk mendapatkan pemimpin pilihan rakyat. Jika ada salah satu atau sebagian daerah mudah diprovokasi, dampak yang paling terasa tidak hanya dirasakan bagi daerah setempat, tapi juga akan berdampak bagi Indonesia. Dari hal yang sepele, tidak bisa menjaga dan mengendalikan ucapan, akan berdampak pada perpecahan di Indonesia. Karena itulah, ada pepatah mulutmu adalah harimaumu. Karena itu pula, Rasulullah SAW memberikan jaminan surga bagi umatnya, yang bisa menjaga lisannya. Mari kita jaga lisan, hindari adu domba dalam tahun politik seperti sekarang ini. Salam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline