Lihat ke Halaman Asli

Merdeka dari Pengaruh Radikal

Diperbarui: 12 Agustus 2016   10:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merdeka - baccaratindo.com

Merdeka merupakan hak dari setiap manusia. Karena setiap manusia dilahirkan dalam kondisi merdeka. Karena itu pula, 71 tahun yang lalu, para pendahulu kita berjuang mati-matian, agar terlepas dari segalam bentuk penjajahan. Meski negeri sudah dijajah 350 tahun, terbukti bahwa dengan bersatu kemerdekaan itu bisa diraih. Dengan semangat nasionalisme yang tinggi, Indonesia bisa merdeka dari penjajahan. Penjajahan jelas tidak dibenarkan, dan harus dihapuskan dari bumi pertiwi.

Kini, Indonesia telah bebas dari penjajahan secara fisik. Tidak ada lagi perang yang bisa membahayakan nyawa. Tidak ada lagi darah yang harus berceceran. Dan tidak ada lagi yang kuat menindas yang lemah. Hanya saja, yang terjadi saat ini adalah penjajahan dalam bentuk lain. Salah satu yang masih kuat terjadi hingga saat ini adalah, penjajahan ideologi. Dipaksakannya ideologi luar, yang tidak sesuai dengan kultuer masyarakat Indonesia, semakin mengkhawatirkan. LIhat saja ideologi radikal, yang selalu berlindung dibalik agama. Disisi lain mereka mengatakan seorang religius, tapi dari perilakunya justru jauh dari ajaran agama.

Berbagai upaya terus dilakukan, agar ideologi radikal yang menyesatkan ini bisa masuk ke masyarakat. Berbagai pendekatan pun dilakukan. Hasilnya, sebagian generasi muda kita terjerat kedalam kelompok radikal ini. Kini, ormas keagamaan yang ada di kota besar, juga cenderung radikal. Mereka sering menyebarkan kebencian kelompok lain. Tak jarang mereka juga melakukan tindak kekerasan. Baik secara fisik ataupun psikis. Jauh diatas itu pada tahap tertentu mereka sudah berani menjadi pengantin, alias pelaku peledakan bom bunuh diri.

Mari kita browsing di media, berapa banyak generasi muda kita yang meninggal karena meledakkan dirinya. Berapa banyak kelompok yang memproklamirkan dukungannya kepada ISIS. Dan berapa banyak warga negara Indonesia yang pergi ke syuriah atau Iraq, untuk menjadi anggota ISIS. Semuanya itu merupakan fakta yang tidak bisa dibantah. Memang, dari sisi jumlah, para anggota ISIS atau kelompok radikal yang ada di Indonesia, jumlahnya tidak sebanding dengan total penduduk Indonesia. Tapi lihat, dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Dan dampak yang ditimbulkan juga tidak main-main.

Mari kita lihat dampak dari ledakan bom bali I dan II. Lalu disusul dengan ledakan di hotel JW Mariot dan beberapa tempat lainnya. Pihak yang dirugikan adalah Indonesia sendiri. Jumlah wisatawan berkurang, pandangan negatif terhadap muslim Indonesia semakin miring, dan lain sebagainya. Dan yang terbaru, ledakan bom masih terjadi di Jakarta dan Surakarta. Artinya, Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia ini, dengan mengedepankan toleransi antar umat beragama, faktanya masih belum bisa bersih dari pengaruh radikal. Indonesia masih belum merdeka, dari ajaran sesat radikal keagamaan.

Dunia pendidikan sempat terancam, dengan beredarnya buku yang berisi konten radikal. Pesantren juga sempat terindikasi disusupi oleh kelompok radikal. Dunia nyata dan dunia maya, masih dipenuhi konten negative, yang sering dijadikan propaganda untuk meraih simpati publik. Karena itulah, mari kita kembali introspeksi diri. Benar kita telah merdeka secara fisik. Tapi secara pikiran dan ideology, kita masih dijajah oleh pemahaman sesat. Mari kita kembalikan Pancasila menjadi dasar negara. Mari kita perkuat keimanan, agar kita benar-benar bisa merdeka dari paham radikal.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline