Negara penganut sistem demokrasi, selalu berlaku pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang disebut trias politika hasil pemikiran dari Montesquieu. Khusus Indonesia, wewenang eksekutif meliputi membentuk rancangan undang-undang, menjalankan undang-undang, memberi grasi dan amnesti urusan diplomatik, dan keamanan.
Badan Intelijen Negara (BIN) masuk ke dalam wilayah keamanan. Di struktur tata negara BIN termasuk dari lembaga pemerintah non kementrian yang berfungsi untuk membantu presiden dalam menjalankan tugas pemerintah tertentu. Sehingga secara teoritis BIN merupakan ruang lingkup dari wewenang eksekutif. Meskipun dalam perjalanannya harus melalui DPR yang hanya memberi pertimbangan saja. Artinya memang hak prerogatif presiden dalam mengangkat kepala BIN.
Untuk kesekiankali, publik kembali dikejutkan dengan pilihan Jokowi soal figur yang dipilihnya. Keterkejutan ini terutama karena kali ini Presiden kasat mata memberi jabatan kepada seseorang berdasarkan balas budi.
Kali ini sasaran keterkejutan publik adalah Sutiyoso yang dipilih sebagai ketua Badan Interlijen Negara (BIN) . Kenapa Sutiyoso ? Apakah karena dia ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) ? Kita tahu bersama pada Pilpres, PKPI mendukung pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla.
Dalam buku etika praktis intelijen, profesi intelijen banyak sekali terkandung filosofi terkait ‘kebenaran dan kebaikan’. Intelijen juga memiliki kaidah-kaidah terkait bagaimana seharusnya melakukan sesuatu dengan benar dan baik, atau sebaliknya bagaimana menghindari perilaku keliru dan tidak seharusnya melakukan hal yang salah dan buruk. Selain itu juga, terkait bagaimana seyogyanya memaknai nilai-nilai yang dianggap benar dan baik, atau sebaliknya yang memang tidak benar dan tidak baik.
Berkaitan dengan Sutiyoso, dia adalah pendiri dan sekaligus ketua umum PKPI. Partai politik yang mendukung pemerintahan saat ini, meskipun tidak memenuhi persyaratan untuk duduk di DPR. Selanjutnya tak bisa dilupakan ada dugaan bahwa Sutiyoso juga terlibat dalam kasus Kerusuhan Dua puluh Tujuh Juli (Kudatuli) dan kasus Balibo yang hingga sekarang tak diusut tuntas. Bahkan terkesan sengaja dilupakan.
Tak kalah penting untuk diperhatikan adalah umur yang sudah tua. Dikarenakan tugas yang diemban sebagai kepala BIN sangatlah berat diperlukan sosok yang siap segala mental dan fisik.
Sebagai pemegang komando intelijen, seharusnya seorang yang memiliki sifat negarawan dan netral. Sosok yang track recordnya bersih dan tidak tercela. Karena sebagai kepala BIN pastilah mengetahui data hitam putih negara. Sehingga bila jatuh pada orang yang kurang tepat, bisa saja BIN dipolitisasi yang akan berpengaruh pada kebijakan yang diambil dan yang lebih bahaya lagi akan bocornya informasi rahasia.
Sampai di sini, kita layak bertanya, kenapa Sutiyoso yang dipilih Jokowi sebagai kepala BIN ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H