Berikut ini adalah Koneksi Antar Materi dari Modul 1 sampai dengan modul 3 pendidikan guru penggerak.
Seorang tokoh pendidikan dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1923 menjadi Ki Hadjar Dewantara (Wikipedia,2023). Beliau dikenal sebagai bapak pendidikan di Indonesia, yang terkenal dengan 3 semboyan yaitu Ing Ngarso sung tulodho, Ing Madya mangun karso, tut Wuri Handayani. Yang disebut dengan Pratap Triloka.
Pemikiran KHD sangatlah relevan dalam kehidupan saat ini dimana sekolah sebagai pusat pengembangan karakter berharap seluruh ekosistem sekolah membantu para murid agar dapat memaksimalkan karakter dan kepribadian yang luhur dan berbudi pekerti yang baik. Selain itu Ki Hajar Dewantara mengutarakan bahwa pendidikan dalam pengajaran harus sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Karena segala perubahan yang terjadi pada murid dipengaruhi oleh kodrat alam dan kodrat zaman. Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka dengan semboyan terkenal : Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangunkarsa, Tut Wuri handayani, yang memiliki makna bahwa pada saat seorang pemimpin berada di depan, maka dia harus bisa memberikan tauladan, pada saat berada di tengah, maka dia harus bisa membangun motivasi dan pada saat berada di belakang, maka seorang pemimpin haruslah bisa memberikan dukungan.
Sebagaimana tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada murid agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi tingginya baik sebagai manusia maupun masyarakat. Selaras dengan tujuan dari pendidikan menurut KHD ini maka peran dari guru penggerak yaitu menjadi pemimpin pembelajaran menjadi sangat penting dalam melakukan perubahan didalam kelas dan juga peran guru penggerak mendorong kolaborasi juga menjadi penunjang terciptanya perubahan kearah yang lebih baik lagi. Selaras juga dengan Visi sekolah yang memuat profil pelajar pancasila adalah ujung tobak ketercapaian lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan juga peningkatan kompetensi lulusan sekolah tersebut.
Sekolah yang aman, nyaman dan menyenangkan adalah harapan dari semua pihak dalam pembelajaran disekolah. Menciptakan lingkungan yang diharapkan harus dibangun sebuah usaha untuk pencapaiannya, salah satunya adalah budaya positif. Budaya positif dapat dibangun oleh guru dan seluruh ekosistem sekolah. Budaya positif ini adalah nilai nilai kebajikan universal seperti, disiplin, tanggung jawab, mandiri, hormat, santun dll. Jika sudah menjadi budaya artinya sudah berlangsung terus menerus tanpa adanya tekanan dan tuntutan.
Budaya positf dapat dimulai dari diri sendiri sebagai pemimpin pembelajar, kemudian mengajak murid murid kita didalam kelas berupa keyakinan kelas yang disepakati. Keyakinan kelas bersifat lebih abstrak daripada peraturan yang lebih rinci dan konkrit , keyakinan kelas dapat berupa pernyataan - pernyataan universal dibuat dalam bentuk positif dan Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tesebut. Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas.
Setelah keyakinan kelas tercipta maka budaya positif dapat dimulai dengan menekankan disiplin yang positif. Disiplin yang positif menurut teori motivasi sangatlah banyak, namun kita membutuhkan sesuatu yang relevan untuk perubahan dimana pembelajaran yang berpusat pada murid.
Kita sebagai pemimpin pembelajaran atau sebagai pemimpin yang menyakini Pratap triloka Ki Hajar Dewantara harus lah menanamkan nilai-nilai kebajikan yang kita yakini setiap pengambilan keputusan. Berdasarkan hal tersebut, sebagai seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran sudah sepatutnya menerapkan konsep-konsep pengambilan keputusan yang tepat dan berpihak pada murid. Diantaranya dengan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan keputusan.
Pengaruhnya sangat besar karena akan menjadi tanggung jawab dan juga keputusan yang lebih bijaksana. Misalnya dengan pengambilan keputusan 3 prinsip yang berbeda diatas haruslah sesuai dengan keadaan dan juga situasi kondisi saat itu. Prinsip berdasarkan hasil akhir akan dapat menentukan masa depan sebuah intitusi, dan prinsip berdasarkan aturan apabila menyangkut pelanggaran terhadap aturan tertentu. Dan prinsip berdasarkan rasa peduli diambil jika berdampak keadaan yang tidak memungkinkan menerima keputusan berdasarkan hasil akhir ataupun peraturan. Semua itu diambil berdasarkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini oleh seorang pemimpin dengan mengumpulkan fakta fakta yang ada dan juga semua yang terlibat dalam sebuah permasalahan.
Pengambilan keputusan dalam sebuah permasalahan yang dihadapi murid ataupun teman sejawat di komunitas kelas atau sekolah memerlukan sebuah penyelesaian dengan cara kolaborasi melalui metode coaching model TIRTA yang merupakan akronim dari tujuan, identifikasi, rencana aksi, dan tanggungjawab.