Vape atau rokok elektrik menjadi ragam varian baru bagi perokok untuk berpindah dari rokok konvensional ke rokok yang lebih modern dengan memanfaatkan penggunaan perangkat device yang dilengkapi dengan liquid perasa. Vape sendiri mulai masuk ke Indonesia sejak tahun 2012 namun berdasarkan kutipan yang berasal dari Consumer Advocates for Smoke Free Alternative, vape sendiri sudah ada sejak tahun 1930 yang dibuktikan oleh dokumen perizinan milik Joseph Robinson dan pada tahun 1960 rokok elektrik dimiliki hak patennya oleh Herbert A. Gilbert.
Tidak dengan mudah perjalanan rokok elektrik untuk masuk ke Indonesia, sejak hak patennya dimiliki oleh Herbert A. Gilbert, rokok elektrik mulai diproduksi dan dipasarkan sejak tahun 1979-1980 oleh Phil Ray dan disempurnakan oleh Hon Lik yang merupakan seorang perokok sekaligus farmasi. Kemudian akhirnya, rokok elektrik yang mulai berkembang lebih dulu di luar negeri mulai dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Pengenalan ini tidak langsung serta merta sebuah produsen vape masuk ke Indonesia, melainkan mulai banyak warga Indonesia yang kembali membawa vape sepulang mereka ke tanah air.
Ketertarikan masyarakat Indonesia mengenai penggunaan vape cukup tinggi, mengingat bahwa perokok Indonesia pada tahun 2012 hingga 2014 mencapai lebih dari 23,9% setiap tahunnya dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Kebanyakan pengguna Vape merupakan pengguna rokok konvensional sebelumnya, dimana berdasarkan survei yang pernah dilakukan oleh penulis melalui kuesioner membuktikan bahwa kurang dari 2% pengguna vape bahkan tidak pernah menggunakan rokok konvensional. Selain itu, pemilihan rokok elektrik atau Vape ini kerap kali disebut dapat menghemat pengeluaran bulanan pengguna. Contoh tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya peralihan rokok konvensional ke dalam penggunaan vape yang disebut dapat menghemat biaya rokok dengan perbandingan 1 bungkus rokok sama dengan 1 cartridge vape/pod dalam sebulan.
Iming-iming akan ‘lebih baiknya’ penggunaan rokok elektrik ini berawal dari adanya pernyataan WHO bahwa kebanyakan zat berbahaya di dalam rokok konvensional ditemukan di dalam keseluruhan komponen rokok elektrik. Kemudian hal ini menimbulkan perspektif bahwa penggunaan rokok elektrik aman untuk dipergunakan, padahal penggunaan aman didalam rokok elektrik tidak memiliki angka 100% yang mampu memberikan kepastian akan jaminan aman tersebut. Kenyataan ini mampu dibantah dengan ditemukannya ragam zat kimia berbahaya di dalam setiap komponen di dalam rokok elektrik, salah satunya adanya dengan adanya bahan karsinogen seperti Diethylene Glycol (DGE) dan adanya bahan toksik bagi tubuh seperti Tobacco Specific Nitrosamine (TSNA).
Penggunaan vape yang berlebih juga dapat meningkatkan adanya resiko adiksi nikotin yang didapatkan dari penggunaan liquid tidak aman yang tidak sesuai dengan kandungan yang tercantum dalam label. Lebih sedikit jumlah penggunaan bahan kimia di dalam vape, tidak memberikan jaminan keamanan dalam penggunaannya. Resiko yang mampu menghampiri pengguna salah satunya adalah dengan terjadinya popcorn lung.
Tidak hanya bagi pengguna, vape justru turut memberikan resikonya pada non user melalui uap yang dihasilkan melalui proses pembakaran. Uap vape yang kerap dianggap lebih baik, justru mengandung adanya partikel nikotin ultra halus, senyawa polutan organik serta terdapat zat karsinogenik yang meluap. Adanya zat ini memberikan beberapa gangguan yang turut dirasakan bagi bukan pengguna dan pengguna vape. Bahaya tersebut seperti akan terjadinya gangguan paru paru yang disebabkan oleh adanya aerosol yang mengandung perasa dan zat kimia lain yang mampu merusak silia dalam organ pernafasan, nikotin halus yang mampu mengganggu kesehatan kardiovaskular, hingga adanya komplikasi yang dapat dialami oleh ibu hamil seperti terjadinya kelahiran dini, bayi lahir dengan berat badan rendah, resiko kematian bayi saat lahir, hingga terjadinya kematian bayi akibat SIDS.
Pada dasarnya melakukan kegiatan merokok baik menggunakan rokok konvensional memiliki tingkat resiko yang tidak baik bagi kesehatan. Resiko ini tidak hanya mampu dialami oleh perokok, melainkan mampu memberikan kerugian kesehatan bagi orang lain sebagai perokok pasif. Diperlukannya ruang terbuka bagi perokok tidak hanya dikhususkan bagi perokok konvensional, melainkan perlu adanya perhatian lebih bagi para pengguna rokok elektrik untuk taat pada aturan dan meningkatkan kesadaran diri untuk merokok di luar ruangan dengan memperhatikan dampak kesehatan bagi perokok pasif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H