Lihat ke Halaman Asli

Resty

Freelancer

Drama Korea "Misaeng" dan Potret Perempuan dalam Dunia Kerja

Diperbarui: 19 September 2019   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi film Misaeng | Asiawiki.com/Misaeng

Seorang perempuan mudah, kompeten, percaya diri, gesit, dan menguasi berbagai bahasa menjadi pegawai magang di sebuah perusahaan besar dan bergengsi. Dia menjadi idaman banyak divisi karena kemampuannya.

Sayang saja, setelah berhasil melalui ujian dan menjadi karayawan tetap di divisi Human Resource Development, ujian sebenarnya baru dimulai. Seniornya di divisi HRD adalah seorang sexist tingkat akut, berpikir bahwa bekerja dengan perempuan adalah hal yang membebani.

Suatu saat kesalahan kecil terjadi, senior sexist itu memarahinya sambil mengeluarkan segala ucapan menyakitkan terkait statusnya sebagai perempuan. Dia adalah perempuan dengan harga diri tinggi, menangis adalah pantangan. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk menangangkan diri di toilet. 

Saat menenangkan diri, dia mendengar kepala divisi lain (seorang perempuan yang juga sangat kompeten) sedang marah-marah di telpon. Nampaknya, suami seniornya itu adalah pasangan egois yang selalu membebankan urusan anak padanya. Mereka saling berpandangan dan hanya menghela nafas bersamaan.

Setelah membuang penat, mereka menuju divisi masing-masing, namun seorang perempuan pingsan dan mereka langsung menolong. Wanita pingsan itu hamil. Tebak bagaimana respon divisi yang didominasi laki-laki itu. 

"Ah dia sangat egois. Bagaimana bisa dia hamil lagi?"
"Sudah berapa anak yang dia punya?"

"Karena itulah aku tidak suka bekerja dengan perempuan. Semua orang belajar dan bekerja, tapi mereka memiliki berbagai alasan cuti hamil, melahirkan, dan mengurus anak."

"Hahh.. Kita sepertinya harus mencari penggantinya.."

Wanita muda tadi hanya mengernyitkan dahi, sangat marah sampai rasanya ingin menangis. Tapi tidak ada kekuatan untuk melawan ketika semua laki-laki di divisinya berfikiran yang sama. 

Sementara seniornya memahami betul, telah terbiasa dengan situasi kerja patriarki. Karena itu, ketika juniornya bertanya mengapa wanita yang pingsan malah lembur sementara ia hamil dan tidak mengatakan apa-apa, si senior hanya menghela nafas dan menjawab "ia bukannya tidak mau, ia hanya tidak bisa. 

Wanita pekerja yang hamil selalu saja disalahkan. Bukan hanya di tempat kerja, namun juga tekanan dari keluarga. Lagipula itu sudah anak ketigas, cuti kerja hanya untuk anak pertama dan kedua." Si wanita muda hanya menghela nafas, mencoba berdamai dengan situasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline