Akhir pekan biasanya kumanfaatkan untuk menghilangkan kepenatan kerja. Suatu sore di akhir pekan, aku memutuskan untuk jalan-jalan di mall tanpa tujuan pasti. Hanya ingin keliling saja hingga lelah. Hal yang tak kusangka sore itu adalah aku akan bertemu teman lama, Yeni, teman sekelasku saat SMP. Sekarang aku sudah lulus kuliah dan bekerja. Mungkin sudah 10 tahun aku tidak bertemu dengannya. Aku bahkan hampir tidak mengenali wajahnya. Dia cukup banyak berubah, terutama satu bagian yang menarik perhatianku saat ini, yang juga tiba-tiba menarikku ke masa lalu.
****
"Bibirmu bertambah tebal saja setiap hari. Hahahaha," kata Yeni disertai tawa mengejek. Aku hanya diam saja, tak tahu harus bagaimana merespon. Aku memang tipe anak yang tidak pernah tahu bagaimana cara menjawab hinaan orang.
"Jangan bilang begitu. Jangan menghina fisik orang," kata Selfi yang terdengar membela. Tapi kulihat dia nampak menahan senyum. Mereka sama saja.
Aku rasanya ingin bersembunyi. Rasa malu dan minder memenuhi pikiranku. Yeni adalah salah satu gadis popular di sekolah. Dia seperti primadona yang selalu dipuji kecantikannya di manapun.
"Biar saja. Supaya dia bisa berubah." timpal Yeni.
Aku meringis dalam hati. Merubah? Ini adalah fisik, bukan sifat. Sifat buruk bisa diubah dengan berusaha. Tapi mengubah bentuk fisik?
Bibirku memang lebih tebal dari orang kebanyakan. Yeni bukan satu-satunya orang yang mengatakan itu. Tapi Yeni lah yang paling sering mengatakannya, secara terang-terangan, dan menyakitkan. Taka da hariku yang terlewatkan di sekolah tanpa komentarnya soal bibir tebalku. Bentuk bibir yang menurutnya jelek.
Mungkin karena itulah aku selalu pulang dengan wajah lelah dan muram. Hinaan Yeni lebih melelahkan dibanding semua mata pelajaran di sekolah.
Di kamar, aku memandangi bibirku di cermin. Mungkin jika sudah besar dan punya banyak uang, aku akan mengoperasi bibirku. Aku pernah lihat di TV, ada prosedur untuk operasi plastik agar lebih cantik. Pikirku sambil meneteskan air mata.