Lihat ke Halaman Asli

Restu Sugara Alexander

Tidak Semua Bunga Kopi Menjadi Buah

Drama Baru "Kudeta" Naskah Omnibus Law Menjadi 1.187 Halaman ala Istana

Diperbarui: 22 Oktober 2020   16:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demo penilakan Omnibus Law UU Cipta Kerja, sumber: www.kompas.com

Lagi, ketidakpercayaan publik semakin menebal, kepada Pemerintah dan DPR terhadap UU Ciptaker. Gelombang penolakan dari buruh, mahasiswa, masyarakat sipil, LSM tidak menjadikan pemerintah membuka dialog. Malah lebih parah mengarah kepada menambah 'choas informasi', dimana pemerintah untuk menutup pagar, pintu dan jendela rakyat yang menolak.

Disamping itu, juga terjadi pengembosan gerakan penolakan, penangkapan terhadap kritik rakyat melalui media sosial, penangkapan aktifis dan perlakuan lainnya. Hal ini menandakan watak otoriter pemerintah menghadapi rakyat.

Dimana ada perubahan baru, terkait naskah omnibus law Undang-undang Cipta Kerja yang telah diserahkan DPR ke Sekretariat Negara kini menjadi 1.187 halaman. Sebelumnya, DPR menyerahkan naskah UU Cipta Kerja setebal 812 halaman.

Hal ini terbongkar dari Anggota DPR Bukhori Yusuf yang mendapatkan informasi ihwal perubahan halaman UU Ciptaker. Di samping itu, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti membenarkan naskah yang dikirimkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno setebal 1.187 halaman dalam berbentuk soft copy dan tidak ada tanda tangan.

PP Muhammadiyah, PBNU, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga dilobi oleh Mensesneg Pratikno dengan menyerahkan naskah UU Cipta Kerja yang bertambah halam. Ia diutus Presiden Jokowi untuk mensosialisasikan serta menjaring masukan dari tiga pihak tersebut.

Upaya ' kudeta' naskah dari Setneg ini yang dikemukan terkait format kertas legal berukuran 21,59 x 35,56 cm, ditulis dengan huruf Bookman Old Style ukuran 12. Jika dibandingkan dengan naskah 812 halaman, terjadi perbaikan pengaturan spasi sehingga lebih jelas pemisahan antara satu pasal dan pasal lainnya.

Tapi ada satu pasal yang 'dikudeta' yakni pasal 46 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dihapus dari naskah terbaru ini. 

Pasal ini menjelaskan soal Badan Pengatur yang bertugas mengatur distribusi, mengawasi cadangan migas, dan tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa. Pasal ini masih ada di naskah 812 halaman.

Perubahan selanjutnya, penulisan bab pada bagian Kebijakan Fiskal Nasional yang Berkaitan dengan Pajak dan Retribusi. Dalam naskah 812 halaman, hal ini ada di bawah Bab VIA. Namun di naskah 1.187 halaman, bab ini bernomor VIIA.

Namun, sejak awal perubahan jumlah halaman, dari DPR RI telah ditenggarai terjadi penyelundupan dan dalih yang dibuat-buat. Dan kemudian menetapkan naskah 812 halaman pun terjadi kerancuan.

Mencermati drama baru 'kudeta' ini dan juga tanggapan dari Menteri Hukum dan HAM Yosana Laoly yang mengatakan hanya beda format, maka benarlah bahwa omnibus law ini bukan berpihak kepada rakyat, tetapi berpihak bagi oligarki dalam bahasa lain investor.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline