Lihat ke Halaman Asli

Mural bukan Vandal (1)

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tugas sebagai Sekretaris Kelurahan atau Sekel (kalau di desa biasa disebut Carik) di kelurahan sebesar dan seluas Kelurahan Jebres tentu memerlukan kesiapan mental maupun fisik. Rutinitas pekerjaan sebagai pelayan administrasi dan berbagai kegiatan kemasyarakatan benar-benar menyita waktu dan pikiran.

Belum lagi pekerjaan-pekerjaan ‘sampiran’ dari Pemerintah Kota Surakarta yang tidak jarang tanpa mengenal waktu, bahkan tidak jarang sak dek sak nyet alias harus segera dikerjaakan dan dilaporkan.

Siang itu, telpon di Kelurahan Jebres berdering, pegawai dari Kesbangpol mencari Pak Sekel. Operator yang menerimapun segera memberitahukan Pak Sekel yang lagi asyik di depan laptop.

Kesbangpol memerintahkan sekel untuk membuat laporan tentang aksi vandalisme yang terjadi di Kelurahan Jebres dan sore nanti harus segera dilaporkan.

Langkah taktis pun langsung dilakukan Pak Sekel, dipanggilnya salah satu Linmas yang sedang berjaga. Tak lama kemudian hadirlah seorang Linmas senior, namanya WR.

Sekedar diketahui; Linmas satu ini terkenal sebagai Linmas yang blater, senang bergaul, dan grapyak semanak. Dia juga terkenal sebagai Linmas yang enthengan, pokoknya model pengabdi sejati.

Pak Sekelpun langsung memerintahkan kepada Linmas WR untuk berkeliling di jalan-jalan se Kelurahan Jebres untuk mencatat aksi vandalisme yang terjadi sebagaimana perintah Kesbangpol.

“Ngene Pak WR, sampeyan mang ngubengi dalan-dalan sak Kelurahan Jebres, trus mang tonton;pundi mawon sing enten orek-orekan-e. Mengke mang cathet. Kula tunggu mangke jam telu. Sing kemput lho nggih,” perintah Pak Sekel.

“Nggih Pak. Sendika dhawuh. Jam tiga nggih??? Paling mangke jam kalih mpun rampung, Pak,” jawab Linmas WR penuh semangat.

“Lha langkung sae niku. mPun mang mangkat, Nggo niki ngge tumbas wedang. mPun mudheng tenan to?” lanjut Pak Sekel sembari menyerahkan uang dua puluh ribuan.

“Mpun mudheng kula. Mosok prentah ngoten mawon mboten mudheng,” jawabnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline