Hari Senin tanggal 30/8/2021 dalam kompas, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjalani operasi tangkap tangan (OTT) atas 10 orang di Kabupaten Probolinggo. Pada saat OTT tersebut, KPK mengamankan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya Hasan Aminuddin.
Hasan adalah wakil ketua komisi IV DPR dari fraksi partai nasdem. Keduanya ikut terlibat dalam kasus suap terpaut jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Probolinggo pada 2019.
Tidak hanya keduanya saja yang diamankan, akan tetapi masih banyak yang terlibat seperti: Camat Krejengan atas nama Doddy Kurniawan, Kepala Desa Karangren atas nama Sumarto, Camat Kraksaan atas nama Ponirin, Camat Paiton atas nama Muhammad Ridwan, Camat Gading atas nama Hary Tjahjono, serta dua orang ajudan bernama Pitra Jaya Kusuma dan Faisal Rahman.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, awalnya OTT tersebut dari laporan masyarakat pada 29 Agustus 2021 perkara sangkaan suap yang dikerjakan oleh Doddy Kurniawan dan Sumarto terhadap Hasan. Uang ini kabarnya merupakan suap terpaut seleksi dan pembubuhan paraf sebagai tanda bukti persetujuan yang mewakili bupati itu sendiri.
"Pada saat ditangkap DK dan SO mengambil uang sejumlah 240 juta dan proposal usulan nama untuk menjadi pejabat yang disangka berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintahan Kabupaten Probolinggo yang menginginkan posisi kepala desa di sebagian wilayah", ucap wakil ketua kpk.
Tatkala itu, Wakil Ketua KPK mengatakan "bahwa KPK menyergap Muhammad Ridwan di kediaman pribadinya wilayah Curug Ginting, Kecamatan Kanigarang dengan uang sejumlah 112,5 juta". Lalu, KPK menangkap Hasan, Puput, Hary, dan dua orang ajudan di dalam rumah.
Saat dibawa ke Gedung Merah Putih KPK Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut. Diamankannya beberapa dokumen dan uang sejumlah 362,5 juta. Dalam kasus tersebut, KPK memutuskan Puput Tantriana Sari, Hasan Aminudin, Doddy Kurniawan, dan Muhammad Ridwan selaku terdakwa penerima suap.
Setelah itu, kedapatan 18 terdakwa pemberi suap, yakni Sumarto, Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho'im dan Akhmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Samsudin. Tersangka pemberi suap didakwa melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal (5) ayat b. Sedangkan, tersangka penerima suap didakwa melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b.
Dilihat dari sudut pandang etika administrasi publik atau negara, kasus korupsi tersebut terlihat bahwa Bupati Problinggo dan pelaku yang diduga melakukan pelanggaran etika karena penyalahgunaan wewenang.
Menurut Flippo (1983), Penyalahgunaan wewenang atau disebut dengan mal-administrasi sering dilakukan oleh administrator publik dalam mengemban tugasnya, seperti KKN dengan segala macamnya seperti ketidakjujuran, perilaku yang buruk, konflik kepentingan, melanggar peraturan perundang-undangan, perlakuan yang tidak adil, pelanggaran terhadap prosedur, dan menutupi kesalahan. Ketika kasus ini terjadi maka tingkat kepercayaan publik menurun. Disaat kepercayaan publik itu luntur di hadapan masyarakat, maka tingkat partisipasi masyarakat akan minim dalam setiap kebijakan.
Para pelaku juga, mencoreng nilai-nilai etika administrasi publik yang ada seperti nilai sistem merit dan nilai efisiensi. Seharusnya, dengan adanya nilai efisisensi pada kapabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan dapat mengurangi KKN, ini malah menjadi hal sebaliknya.