Sejak dilakukannya penelitian dan survei arkeologi dari zaman Hindia-Belanda sampai hari ini, telah ditemukan 7 buah prasasti di wilayah kabupaten Batang. Dari ke tujuh Prasasti tersebut, salah satunya berada di desa Gemuh yang saat ini masuk wilayah kecamatan Pecalungan.
Prasasti Indrakila dinamakan berdasarkan lokasi penemuan yang berada di pedukuhan Indrakila desa Gemuh, selain itu nama lain prasasti ini adalah Prasasti Salingsingan II karena isi dari prasasti tersebut.
Dijumpai para peneliti pada medio tahun 1970an, Prasasti ini ditemukan di salah satu punden yang oleh warga diberi nama "punden Watu Rumpuk". Tak berselang lama setelah prasasti ini didata, prasasti ini pun dibawa dari tempat ditemukannya. Kabarnya benda tersebut dibawa ke kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala atau yang sekarang telah berganti nama menjadi Balai Pelestarian Cagar Budaya wilayah Jawa Tengah.
Tak seperti prasasti lain di kabupaten Batang yang telah terbit hasil kajiannya seperti Prasasti Sojomerto (Boechari : 1966), Prasasti Kepokoh (Suhadi-Soekarto, 1986 : 3-7) , Prasasti Bendosari (Satari 1977 : 8-10 & Arlo Griffiths 2012 : 474-477), dan Prasasti Wutit (Soekarto K. Atmodjo 1994 : 4-5) , lain halnya dengan Prasasti Indrakila ini yang sampai saat ini belum pernah kajiannya diterbitkan ke khalayak umum.
Secara parsial, penulis telah menemukan sebuah tulisan dari skripsi seorang mahasiswa Universitas Indonesia yang sekilas mengulas tentang Prasasti Indrakila ini. Prasasti Indrakila atau Salingsingan II memiliki angka tahun 804 saka dan berisi tentang sima, yaitu peresmian sawah untuk bhatara di Dihyang (Fifia Wardhani : 2003).
Ada beberapa tokoh yang disebut dalam Prasasti Indrakila ini, seperti Pu Padmanabhi sebagai "winihaji" yang diartikan istri selir raja saat itu yaitu Sri Maharaja Rakai Kayuwangi, Pu Padmanabhi juga merupakan anak dari seorang pejabat keagamaan atau penguasa daerah Tgang Rat yang bernama dang acaryya Widyasiwa.