Militer kembali mengambil alih kekuasaan pemerintahan dari pemerintahan sipil pada Februari 2021. Banyak masyarakat Myanmar melakukan aksi protes dan langsung turun ke jalan, militer memberikan respon dengan menggunakan kekuatan dan penyalahgunaan kekuasaan militer. Pihak militer mengatakan bahwa kudeta yang terjadi merupakan bentuk respon militer terhadap kecurangan di pemilihan umum 2020, hal tersebut lalu menjadi dasar terjadinya kudeta di Myanmar. Kepemimpinan de facto Aung San Suu Kyi yang baru dipilih pada 1 Februari 2021 berhasil digulingkan oleh Kudeta Myanmar yang dipimpin oleh Jendral Min Aung Hlaing. Dampak demonstrasi besar-besaran diberikan oleh masyarakat Myanmar hingga menimbulkan korban, telah dilaporkan bahwa ada sekitar 700 korban dalam aksi demonstrasi tersebut, bahkan sekitar 46 anak-anak turut menjadi korban. Kudeta militer menyebabkan 3000 orang ditahan dan ribuan orang luka-luka, juga hingga diberlakukan pembatasan akses media sosial dengan menutup kanal media sosial seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, dan Instagram.
Beragam tanggapan muncul dari dunia internasional, seperti PBB (perserikatan Bangsa-Bangsa) dan sejumlah negara yang mengecam kudeta militer di myanmar dan melakukan sanksi ekonomi terhadap Tatmadaw karena dinilai telah merusak demokrasi dan supremasi hukum serta melanggar HAM. Anggota ASEAN pun memberikan pandangan yang berbeda-beda, seperti beberapa negara anggota ASEAN yang berpendapat bahwa kudeta di Myanmar adalah masalah internal dan dapat diselesaikan secara nasional, yang kemudian hal ini mendesak ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) agar berupaya membuka dialog dan mengupayakan rekonsiliasi terhadap Myanmar.
Konflik diatas dapat dianalisis menggunakan segitiga ABC ( Johan Galtung ) disebutkan bahwa konflik timbul ketika segitiga ABC ( Attitude, Behaviour dan Contradiction ) saling bersinggungan. Dalam kasus diatas masyarakat Myanmar melakukan demonstrasi besar - besaran termasuk ke dalam contradiction, selanjutnya behaviour yakni saat militer memberikan respon dengan menggunakan kekuatan dan penyalahgunaan kekuasaan militer.
Seperti yang kita ketahui bahwa Kamboja telah menjadi pemimpin ASEAN di tahun 2022, yang kemudian hal tersebut mendesak kamboja untuk mengemban tugas perdamaian Myanmar. Kementerian Luar Negeri Kerajaan Kamboja menyatakan bahwa kepemimpinan Kamboja akan menekankan sentralitas ASEAN dalam membangun suasana yang kondusif untuk membangun dialog dan menciptakan kepercayaan berbagai pihak dalam mengurangi kekerasan dan menyalurkan bantuan kemanusiaan.
Salah satu pendekatan yang dilakukan kamboja yakni dengan kunjungan kenegaraan yang mendatangkan langsung Perdana Menteri (PM) Hun Sen ke Myanmar pada 7 Januari 2022. Dalam Kunjungan PM Hun Sen membawa tujuan untuk membangun kepercayaan terhadap pihak Tatmadaw agar kemudian dapat mendiskusikan beberapa hal, diantaranya adalah perizinan utusan khusus ASEAN untuk bertemu dengan anggota partai NLD serta pemberian akses bantuan kemanusiaan. Kunjungan PM Hun Sen sempat memecah berbagai pendapat di dalam ASEAN, namun akhirnya memberi celah kepada kepada kamboja untuk berdialog dengan pihak Tatmadaw. Dialog tersebut mengenai keputusan untuk memperpanjang waktu gencatan senjata antara kelompok bersenjata dan pihak Tatmadaw hingga akhir 2022. Langkah yang diambil kamboja dengan melakukan kunjungan kenegaraan sebenarnya telah mencairkan hubungan antara Myanmar dan ASEAN yang sempat kaku pasca kudeta militer di Myanmar.
Selain kunjungan tersebut, kamboja juga melakukan pendekatan dengan wacana pembentukan tripartit antara kamboja, Indonesia dan Brunei Darussalam. PM Hun Sen mengatakan bahwa metode tripartit adalah salah satu metode yang pernah di praktekkan oleh ASEAN pada perdamaian di kamboja pada tahun 1997. Dulunya Negara tripartit menyusun mekanisme mediasi dan juga memfasilitasi proses perdamaian di kamboja, proses perdamaian di kamboja juga turut didorong mitra ASEAN yang mana mereka tergabung dalam kelompok ad hoc friends om cambodia yang mendukung metode tripartit dan juga mendorong solusi krisis di kamboja, seperti jaminan keamanan, penyelenggaraan pemilu yang adil, dan pengakhiran kekerasan. Metode perdamaian di Myanmar diharapkan agar dapat berpacu pada metode tripartit yang telah dikembangkan oleh pemimpin ASEAN untuk penanganan krisis di Myanmar.
DAFTAR PUSTAKA
Azisi, A. M. (2021, Desember2). STUDI KOMPARATIF TEORI KONFLIK JOHAN GALTUNG DAN. Retrieved Februari 2023.
https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/yaqhzan/article/viewFile/9178/pdf_27
Gerardus Oktaviano Ajiswara. 2021. Krisis Demokrasi Myanmar - Peran ASEAN Dalam Pelaksanaan Perdamaian Terkait Dengan Kudeta Militer Di Myanmar Tahun 2021. Retrieved Februari 2023.
Luthfy Ramiz dan Marina Ika Sari. 2022. Menanti Pencapaian Baru ASEAN: Perkembangan dan Solusi atas Krisis Myanmar di Bawah Kepemimpinan Kamboja. Retrieved Februari 2023.