Lihat ke Halaman Asli

WAHYUNI SU

Penulis buku, jurnalis web, penerjemah ('translator'), editor ... masih terus belajar tentang segala sesuatu

Prof Ike Sartika: Perempuan Tangguh yang Taat Suami

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1412241000708900570

Banyak kalangan akademisi negeri ini yang memimpikan untuk melanjut pendidikan S2/S3 ke luar negeri apalagi dengan fasilitas beasiswa penuh, namun Prof Ike Sartika (58) justru menampik peluang yang ditawarkan kepadanya. Apa pasal? “Masa studi-nya, kan, 2 tahun tuh dan suami bilang takut saya ketemu orang yang saya sukai di sana, jadi dia menawarkan untuk menceraikan saya agar saya bisa menikah dengan orang yang nantinya bakal saya senangi itu...” Ike memaparkan sambil tertawa,”Dua kali seperti itu untuk jenjang S2 dan S3, yah saya putuskan pilih suami deh.”Maka Ike pun melanjut kiprah akademisnya di Universitas Padjadjaran (Unpad) yang memang merupakan almamater-nya sejak dia masuk sebagai mahasiswa S1 Fisip (Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Pemerintahan) pada tahun 1977.

Ike, anak ke enam dari sepuluh bersaudara, tergolong cewek tomboy sejak kecil hingga sempat membuat orangtuanya cemas putrinya itu kelak akan kesulitan menjalani kehidupan sebagai wanita sejati. Pasangan D Soemirat (alm) dan Marie Siti Amanah (alm) mencoba menginfus sisi-sisi feminin pada Ike dengan memasukkannya ke Sekolah Ketrampilan Keputrian Pertama (SKKP) yang dilanjut ke Sekolah Ketrampilan Keputrian Atas (SKKA) yang rela dimasukinya setelah mengkonfirmasi pada sang abang bahwa lulusan sekolah tersebut bisa mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri yang kala itu disebut Proyek Perintis.



[caption id="attachment_363433" align="aligncenter" width="504" caption="Cerdas, inspiratif, dan ramah begitulah sosok Ike (dok WCD)"][/caption]

Saat kuliah tumbuh keinginan yang kuat untuk menjadi kriminolog yang kemudian menghantarnya mendaftarkan diri mengikuti Diklatsarmil (Pendidikan dan Latihan Dasar Kemiliteran) di Resimen Mahawasiswa (Menwa) Batalyon II Unpad,”Itu juga curi-curi dari Papah sampai setelah lolos semua seleksi baru saya bilang pada beliau, syukurlah diijinkan.”Kenang Ike yang setelah lulus menjalani Diklatsarmil tahun 1979 tercatat sebagai anggota Kompi K/Yon II Unpad.

Setelah Diklatsarmil, Ike menjalani semua aktifitas pembinaan anggota di Batalyon II Unpad,”Saya mengikuti Latihan Pemantapan (Lattap), Kursus Pelatih (Suspelat), Kursus Kader Pelaksana (Suskalak), dan Kursus Kader Pimpinan (Suskapin) serta semua pelatihan/pendidikan yang diselenggarakan Staf Komando Batalyon II Unpad saat itu.” Tutur Ike yang memandang sistem pembinaan anggota Menwa yang dijalani secara sungguh-sungguh dan total akan efektif menempa jiwa patriotisme, mengasah potensi diri, serta mengembangkan wawasan para anggotanya.

Maka pada tahun 1982 saat Ike mengembangkan aktifitas edukatifnya sebagai salah satu dosen di STIKS (Sekolah Tinggi Ilmu Kesejahteraan Sosial) Garut dan mendapati aktifitas Menwa di kabupaten tempatnya mengabdi melempem, dia merasa harus melakukan sesuatu,”Pembantu Rektor Kemahasiswaan STIKS, Drs Rustandi, waktu itu menyerahkan pada saya untuk menghidupkan kembali organisasi Menwa di kampus.” Begitulah untuk mengatasi kendala biaya operasional Diklatsarmil, termasuk penyediaan pakaian dinas lapangan (PDL) bagi para calon anggota Menwa yang mayoritas berasal dari golongan masyarakat pra sejahtera, Ike pun rela bolak-balik mendatangi markas Komando Distrik Militer (Kodim) 0611 Garut,”Sampai 9 kali saya ke sana baru bisa ketemu dengan komandan (Dandim)nya, saya sangat berterima kasih pada Kepala Staf (Kasdim) saat itu, Pak Kohir Somantri, yang dengan sabar mendampingi saya selama proses menjelang Diklatsarmil Menwa pertama Garut digelar...”

Perjuangan Ike berbuah manis, PDL plus kaporlap lain untuk 125 siswa berhasil diperoleh dan dengan dukungan penuh para instruktur dari Staf Komando Resimen Mahawasiwa (Skomenwa) Mahawarman Jawa Barat lahirlah angkatan pertama Detasemen Mahawarman Garut berjumlah 125 orang pada tahun 1983. Namun Ike membayar mahal kesuksesan itu, akibat kelelahan bolak-balik kesana kemari dengan bersepeda motor, kandungannya keguguran,”Nggak ada yang tahu soal itu.” Ike tersenyum bijak.



[caption id="attachment_363437" align="aligncenter" width="491" caption="Ike bersama para yuniornya dari Batalyon II Unpad (dok WCD)"]

14122412331049361575

[/caption]

Pelopor Menwa Mahawarman Garut ini sempat menjadi Inspektur Upacara saat konsolidasi Ikatan Menwa Priangan Timur dan Diklat Pertahanan Sipil tak lama berselang. Kiprah selanjutnya adalah proses mencari ilmu yang nyaris tanpa jeda, Ike sempat menjadi wakil Jawa Barat sebagai siswa Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) yang terkenal eksklusif dari sisi biaya maupun pesertanya yang mayoritas para jendral bertabur bintang. Para siswa yang merupakan pucuk-pucuk pimpinan di satuan komando mereka itu sering meminta Ike menjadi semacam narasumber dalam mengerjakan tugas-tugasnya,”Saya sukarela melakukan itu namun ternyata saat akan membayar uang kuliah, bagian administrasi mengatakan bahwa sudah ada yang membayari.” Begitulah, problema takut gagal lulus karena tak mampu bayar Ike pun teratasi berkat keikhlasannya.

“Jaga kualitas pembinaan anggota Menwa sebagai media internalisasi pembentukan karakter, patriotisme, heroisme, dan nasionalisme.” Pesan Prof Ike Sartika saat ditemui oleh Delegasi Tim Baksos Yon II Unpad yang dipimpin oleh Danyon Anton Watoni dan didampingi oleh Humas Korps Yon II Unpad, Wahyuni Susilowati, pada Sabtu (27/9) malam lalu di kediamannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline