Lihat ke Halaman Asli

Resi Aji Mada

Tulisan pribadi

Sebuah Pertanggungjawaban kepada Tuhan dan Negara

Diperbarui: 18 November 2020   16:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto diambil dari superradio.id

Dibanyak media massa, pemberitaan mengenai pemberian tanda kehormatan bintang mahaputera berkutat pada kejadian saat Jend (purn) Gatot Nurmantyo tidak menghadiri  upacara penyerahan dengan bersurat kepada presiden. Tapi menarik ketika kompasiana secara jeli melihat dari sudut pandang yang berbeda.

Dari banyak nama yang diberi tanda kehormatan, terdapat 6 nama yang merupakan hakim aktif MK (Mahkamah Konstitusi). Penulis menduga, yakin, dan percaya pemberian tanda kehormatan kepada 6 hakim MK menjadi menarik karena posisi seorang hakim yang harus adil.

Apakah kemudian pemberian tanda kehormatan ini akan mempengaruhi kinerja dan netralitas hakim? Pertanyaan ini yang saya rasa jadi fokus utama dari topik kali ini. Setidaknya pertanyaan ini yang akan jadi titik berangkat tulisan kali ini.

Mahkamah Konstitusi adalah salah satu lembaga kehakiman yang ada di Indonesia. MK memiliki fungsi dan kewenangan untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa antar lembaga negara, memutus sengketa pemilu dan membubarkan partai politik.

Hakim MK terdiri dari 9 orang dimana 3 orang merupakan pilihan Presiden, 3 orang pilihan DPR, dan 3 lainnya dipilih Mahkamah Agung. Dengan komposisi seperti ini, apakah ada netralitas dalam tubuh MK?

Berbicara soal netralitas, MK sebenarnya bukan lembaga netral. Seperti kita tahu netralitas memiliki arti ketidakberpihakan. Netralitas bisa kita lihat melalui KPU, dia tidak partai manapun atau calon manapun dalam sebuah gelaran pemilihan umum.

Sedangkan MK pada dasarnya memiliki keberpihakan. Menurut sepengetahuan penulis, Mahkamah Konstitusi selalu berpihak dan berpegangan kepada dasar konstitusi di Indonesia yaitu UUD 1945. Dalam setiap keputusannya hakim MK berpegang pada UUD 1945.

Bagi seseorang yang ditunjuk menjadi hakim MK, dia disumpah untuk taat dan setia kepada UUD 1945. Dan tentu saja bagi saya, semua hakim MK bertanggung jawab kepada negara (bukan orangnya) dan kepada Tuhan sebagai pertanggung jawaban keadilan atas setiap keputusannya.

Melihat keberpihakan dan tanggung jawab ini, maka walaupun dia ditunjuk oleh presiden, DPR, dan MA, dia tidak dan tidak seharusnya berpihak dan loyal kepada lembaga yang mengutusnya.

Saat ini ada beberapa sengketa undang-undang yang sedang dan mungkin akan diajukan ke MK, salah satu yang paling menyita perhatian adalah UU omnibus law cipta karya yang menjadi sengketa di masyarakat dan kalangan buruh.

Dengan sengketa yang sedang dihadapi yang dinilai masyarakat (terutama kalangan buruh) cukup berat, pemberian tanda jasa bintang mahaputera pada akhirnya ditakutkan oleh beberapa kalangan akan mempengaruhi kinerja para hakim ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline