Lihat ke Halaman Asli

Resi Aji Mada

Tulisan pribadi

Menyoal Kumpulan Massa yang Dibandingkan dengan Pilkada Serentak

Diperbarui: 18 November 2020   15:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi kumpul-kumpul massa. (Foto oleh Gotta Be Worth It dari Pexels)

Protokol kesehatan yang sedang terus dijalankan di Indonesia mau tidak mau membuat sebuah perkumpulan sebisa mungkin dihindari. Pun jika ada kepentingan mendesak untuk pertemuan, maka pembatasan jumlah peserta, jaga jarak, dan protokol kesehatan lainnya menjadi hal yang mutlak diupayakan. 

Namun nyatanya masih banyak terjadi pelanggaran mengenai kumpulan massa. Termasuk yang masih terus hangat diperbincangkan mengenai kumpulan massa dari berbagai kegiatan yang diadakan Habib Rizieq Shihab. 

Dalam hal ini, FPI (Front Pembela Islam) sempat menyampaikan pembelaanya dengan membandingkan dengan massa pengantar pendaftaran Gibran di KPU Solo yang dianggap tidak adil ketika kegiatan Massa Habib Rizieq dipermasalahkan. 

Sebenarnya ada beberapa tokoh juga yang sempat melakukan pembelaan terkait massa Habib Rizieq dengan membandingkan  dengan agenda pilkada serentak yang juga dianggap berpotensi membuat kerumunan. 

Untuk lebih fair, pembelaan membandingkan kerumunan massa dengan pilkada serentak juga sudah dilontarkan beberapa tokoh politik dalam rangkaian demonstrasi menolak omnibuslaw beberapa waktu lalu. Jadi terkait kerumunan massa Habib Rizieq bukanlah yang pertama.

Pertanyaannya, sesuaikah ketika kita membandingkan kerumunan massa entah ketika demonstrasi ataupun kegiatan lain dengan Pilkada serentak? 

Ketika berbicara Pilkada, kita harus tahu dulu setidaknya secara garis besar mengenai rangkaian agenda. Ada pendaftaran calon, masa kampanye, dan puncak pemilihan. 

Baik ketika pendaftaran calon maupun masa kampanye, pemerintah melalui KPU, Bawaslu dan Gugus tugas Covid-19 sudah mewanti-wanti dan melarang berbagai bentuk kerumunan atau pengumpulan massa. 

Sedangkan ketika puncak pemilu nanti, KPU juga sudah membuat tata cara pemilihan dengan mengikuti protokol kesehatan. Mulai dari disediakan sarung tangan hingga tinta yang biasanya dicelupkan menjadi diteteskan untuk menghindari kontaminasi dengan orang lain.

Intinya, pemerintah sebenarnya sudah mengantisipasi dan mempersiapkan agar pilkada serentak dapat tetap berjalan dalam kondisi pandemi dengan protokol kesehatan yang dipersiapkan. Karena keberlangsungan pemerintahan yang sehat harus terus berjalan, apalagi dalam kondisi pandemi dimana pemerintah baik pusat maupun daerah harus bekerja ekstra keras. 

Lalu ketika berbicara rangkaian pilkada serentak, apakah dalam perjalanannya sampai hari ini prokes itu terus dipatuhi? Harus diakui nyatanya tidak, masih ditemukan pelanggaran pelanggaran dalam masa mulai pendaftaran sampai masa kampanye sekarang ini. Untuk puncak pemilihan belum tahu karena belum berjalan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline