Lihat ke Halaman Asli

Mengunggah Ketenangan Hati, Keindahan Berzakat Dalam Membahagiakan Sesama

Diperbarui: 28 Januari 2024   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://radarbanjarmasin.jawapos.com/

PENDAHULUAN

Islam lahir dalam keadaan umat manusia yang penuh dengan kebodohan. Bukan hanya keimanan yang melenceng dari ajaran nabi sebelumnya saja, melainkan penindasan-penindasan yang bersifat kelas dan status kemanusiaan. Unsur kapitalisme sangat kuat dan erat seperti akar pohon yang besar dalam tanah. Dibuktikan dengan adanya perbudakan manusia. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin bernasib pahit. Tidak heran pada zaman itu, perbudakan terjadi dimana-mana. Hal ini disebabkan oleh ketimpangan status yang tinggi antara si kaya dan si miskin.

Seiring berkembangnya islam sampai turunnya perintah zakat seperti angin segar bagi umat manusia. Islam tidak hanya mengenalkan syahadat sebagai bentuk pengakuan keimanan kepada Allah SWT, namun islam lahir sebagai juru selamat yang mampu membawa kesejahteraan bagi umat manusia. Terbukti setelah islam lahir perbudakan manusia dihapuskan, ketimpangan kelas sosial ditiadakan. Menjadikan islam sebagai ajaran yang pro terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam ajaran islam harta dan status sosial hanyalah sebuah titipan dari Allah SWT. Sehingga umat muslim menjadikan sebuah harta amanah tuhan dan perantara untuk mendekatkan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allah berfirman dalam surat Al Hadid: 7 yang berbunyi:

"Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka, orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya mendapatkan pahala yang besar." (QS. Al- Hadid: 7).

Tidak hanya disitu Allah SWT telah memperingatkan hambanya dalam surat An Nur ayat 30 yang berbunyi: "....dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepada mu....." (An Nur: 33). Ayat ini telah menjelaskan bahwa harta hanyalah sebuah titipan yang dikaruniakan kepada sebagian orang untuk di sedekah kan kepada yang berhak. Dalam ayat ini pula, Allah SWT telah mendeklarasikan diri sebagai pemilik harta sesungguhnya dan dia memilih orang-orang yang dikehendakinya untuk memberikan sebagian dari hartanya kepada yang berhak. Maka bersyukurlah seorang muzaki yang telah dipercayai tuhan untuk mengelola kekayaan Allah dan menolong sesamanya.

Oleh karena itu, bergembiralah bagi para muzaki yang telah diberikan sebuah keistimewaan dalam bentuk harta kekayaan untuk bisa membantu saudara-saudaranya yang kurang mampu. Banyak keistimewaan yang telah dijelaskan oleh nabi dalam sebuah hadis bagi seorang muzaki. Salah satunya adalah zakat sebagai pembersih harta (HR. Muslim No 2588), zakat sebagai penaung utama di hari kiamat (HR. Bukhori No 660), zakat sebagai penghapus dosa dan kesalahan (HR. Tirmidzi No 509), dan zakat merupakan wasilah terbesar yang menjadikan harta seseorang menjadi berlipat ganda. Akan tetapi sebaliknya, rasul telah memberikan peringatan yang keras bagi yang enggan sedekah dengan kabar gembira yang diriwayatkan oleh Abu Dzar, yang artinya:

"Sampaikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang menyimpan hartanya dengan batu yang dipanaskan di neraka Jahannam, kemudian diletakkan pada mata buah dadanya kemudian tembus ke tulang belakang punggungnya. Dan ditaruh juga batu panas itu di belakang punggungnya sampai tembus ke bagian dadanya, sambil bergejolak." (Shahih al-Bukhari bab ma uddiya zakatuhu fa laisa bi kanzin [yang dibayarkan zakatnya tidak termasuk kanzun/harta haram] no. 1407)

Maka, penting sekali bagi umat muslim mengenal zakat dan instrument filantropi lainnya. Tidak hanya mengenal zakat sebagai kewajiban. Namun lebih jauh, bahwa zakat sendiri sebagai instrumen ekonomi yang penting dan memiliki dampak yang besar dalam permasalahan kemiskinan bahkan persampai pada tingkat resesi ekonomi. Penulis sebelumnya pernah menulis tentang implementasi Ziswaf dalam menanggulangi resesi ekonomi. Dikutip dari media retizen.republika.co.id menyatakan bahwa ZIS sebagai sarana ibadah yang bersifat sosial telah membuktikan ketika krisis pandemi COVID-19 di Indonesia muncul dan ditetapkannya kebijakan PSSB yang menyebabkan orang banyak kehilangan pekerjaan dan penghasilan, dana ZIS telah berperan secara optimal membantu masyarakat yang dhuafa. Untuk itu mari kita mengenal lebih jauh tentang peran Baznas dan mengapa muzaki harus membayar kewajibannya.

SIAPA ITU BAZNAS?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline