Lihat ke Halaman Asli

Karena Napoleon Bonaparte Maka Sekolah Seharusnya Adalah Tempat Membangun Rasa Ingin Tahu

Diperbarui: 19 April 2016   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari minggu kemarin sebuah stasiun televisi daerah menayangkan film dokumenter tentang kisah kehidupan Napoleon Bonaparte, sebenarnya aku tidak sengaja menonton tayangan tentang Napoleon ini, tapi karena saat itu sedang jeda pariwara dikanal sebelah maka dokumenter ini kutemukan. Dan akhirnya tayangan kanal daerah tersebut kutonton sampai selesai tanpa kembali ke kanal sebelumnya. Tahu tidak, setelah menonton kisah Napoleon Bonaparte itu, rasa ingin tahuku lalu membuncah, dan tanpa menunggu waktu lama, langsung aku mencari data tentang Napoleon Bonaparte di Internet.

Kutemukan banyak referensi berbahasa Inggris di Internet tentang Napoleon Bonaparte, semua mirip dengan kisah yang diceritakan pada film tersebut, Napoleon Bonaparte adalah anak seorang minor noble dari pulau Corsica, nama belakang keluarganya adalah Bounaparte, tapi karena lidah orang Perancis melafalkan Bounaparte seperti Bonaparte, maka digantilah namanya menjadi Bonaparte. Pulau Corsica sendiri sejatinya lebih dekat dengan Italia, pada masa lampau dikuasai oleh Kerajaan Genoa dan tentu saja masyarakat yang ada disana kebanyakan berdarah Italia dan bukan Perancis, pulau Corsica dapat dikuasai Perancis karena memang dijual oleh Kerajaan Genoa ke Perancis sebab saat itu dianggap tidak menguntungkan dan terjadi pemberontakan disana. Karena itulah Napoleon Bonaparte di film tersebut dianggap anak haram karena asal usulnya bukan dari daratan Perancis. Napoleon Bonaparte sendiri adalah pendukung Revolusi Perancis, dimana saat itu rakyat memberontak terhadap kekuasaan Raja Perancis, revolusi ini bisa berhasil karena ternyata didukung oleh Bangsawan Perancis yang berseberangan dengan Raja Louis. Wow, jadi cerita soal Napoleon Bonaparte nih.

Nah setelah mencari source berbahasa Inggris, kucari juga bahan tentang Napoleon Bonaparte yang berbahasa Indonesia, dan apa yang terjadi? yang kutemukan adalah bahan yang ditulis dari buku sejarah di sekolah. Tidak ada yang menulis dari sudut pandangnya sendiri, bahan yang kutemukan adalah textbook seperti buku sekolah, dan alangkah kagetnya aku, textbook tersebut tidak menarik sama sekali, bahkan aku jadi pusing dan hilang mood mempelajari Napoleon gara-gara membaca halaman itu. Bahasa yang dipilih benar-benar membosankan, struktur yang dipilih untuk menjelaskan Napoleon dan event Revolusi Perancis terlalu kaku (kalau tidak mau dibilang terlalu ilmiah). Bahkan ada istilah "Penyebab Umum Revolusi Perancis" dan "Penyebab Khusus Revolusi Perancis", yang mana isinya adalah sepertinya daftar yang harus dihafalkan para murid, mungkin nanti pertanyaan saat Ujian adalah "Coba sebutkan penyebab umum revolusi Perancis!". Wah, kalau seperti ini pantas saja dulu aku tidak pernah ingat cerita Napoleon Bonaparte, sama sekali tidak berbekas didalam ingatanku.

Kalau ini tidak dirubah maka pasti sekolah di Indonesia tidak akan maju, bagaimana kalau buku sejarah diganti komik sejarah saja? pasti lebih menarik, atau anak-anak diputarkan film-film sejarah, tentu lebih mengasyikkan, dan hebatnya lagi, semua kiah itu pasti akan terus membekas dalam diri anak serta menumbuhkan rasa ingin tahu seperti yang kualami, dan jangan lupa, dengan rasa ingin tahu tersebut, belajar bahan sejarah pasti menjadi lebih membahagiakan, tanpa beban dan hasilnya dengan ceria dapat diceritakan dengan lengkap kisah-kisah sejarah tersebut. Mungkin seharusnya Ujiannya diganti seperti itu, Menceritakan kembali kisah-kisah sejarah! Hmm sepertinya menarik.

Jadi itulah sebenarnya tugas utama dari sekolah, "menumbuhkan rasa ingin tahu", tidak perlu sekolah menciptakan manusia textbook. Dan untuk bidang ilmu-ilmu lainnya sebaiknya juga diperlakukan seperti itu. Rasa ingin tahulah yang membuat manusia berkembang, bagaimana pendapat anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline