Jam 5 aku terbangun kaget, Ibu kost menggedor pintu sambil berteriak "Hey, bayar uang kost kamu bulan ini", "kan aku sudah bayar bu", balasku dari dalam kamar. "Itu tidak cukup, sekarang uang kost naik 100%", katanya. "lho kok bisa begitu"??, tanyaku sambil keluar dari kamar. "bensin naik, sayur naik, angkot naik, yah wajar dong kalau uang kost juga naik", sanggahnya cerdas. Aku terduduk diam.
Jam 6.30 kubergegas mencari sarapan pagi. Seperti biasa pesan makanan paling murah yang ada disekitar kostku, hanya dengan tahu. Kurogoh uang 3000 perak dari saku depanku. "Hah, apa-apaan ini, nasi tahu sekarang sudah naik, bensin naik, yang lain naik juga dong jadi 8000 perak", kata penjual langgananku itu meski dengan senyum kecutnya.
Jam 7.00 tepat akau berangkat kerja naik angkot, jam 14.00 aku pulang dan makan siang, jam 17.00 aku ngopi di warung tetangga, jam 20.00, makan malam. Semua harga naik, ada yang 100%, sampai 300%. "Mimpi apa aku semalam, kenapa dalam sehari gajiku sebulan seakan hanya untuk 3 hari lagi", pikirku.
Itulah sepanggal dari kisah sialku akibat dari rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak.
***
Ketika pemerintah mati-matian membela diri, mengeluarkan argumen logis tentang kebenaran rencana kenaikan BBM, sadar atau tidak sadar bahwa kebijakan tersebut bagaikan ledakan yang memiliki jutaan percikan api, percikan itulah yang bisa membakar siapa saja.
Ada beberapa pertanyaan dari kebijakan tersebut, dengan logika dan akal sehat, nyata beberapa hal sangat ganjil. Sebelum BBM naik percikan api sudah kemana-mana, dari pertamina sampai ke warung kopi, jika pemerintah sadar akan hal itu, kenapa kebijakan kenaikan BBM harus naik tanggal 1 April, kenapa bukan 1 Maret, atau sekalian 1 April 2030 saja?. Penetapan waktu yang diketahui masyarakat secara umum, akan membuat masyarakat belajar berspekulasi, dan pemerintah tahu akan hal itu.
Beberapa kali wakil pemerintah ketika membela rencana kebijakan pemerintah ini di berbagai media, selalu beralasan logis atau seakan logis. Itu bukan masalah utama. Sesuatu yang benar pasti logis, tapi yang logis belum tentu benar. Jika pemerintah menganggap bahwa kebijakan pengurangan subsidi ini logis, dan hanya untuk kesejahteraan rakyat, kenapa tidak dihilangkan saja semua subsidi BBM yang ada, atau kalau hal itu melanggar UU, subsidi hanya 0,5 % saja, toh untuk kesejahteraan rakyat. Dengan alasan inflasi rasional mungkin hal tersebut akan mengancam kedudukan pemerintah yang berkuasa. Tapi sekali lagi untuk kesejahteraan rakyat.
Dua pertanyaan besar yang mengganjal tersebut, dapat melahirkan sebuah hipotesa baru bahwa rencana kenaikan BBM hanyalah persiapan untuk membuat pencitraan baru di tengah serangan terkait beberapa skandal yang menimpa partai berkuasa. Itu mungkin saja.
Kita bisa bayangkan, ketika 1 April yang akan datang, tiba-tiba diumumkan, dengan dasar ini dan itu kenaikan BBM atau pengurangan subsidi BBM ditunda untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Jika itu terjadi, sangat memungkinkan rating yang turun akan melonjak naik, tumpah ruah...
Wallahu A'lam