Lihat ke Halaman Asli

Tanggapan MUI Provinsi Terkait Hukum dan Syarat Nikah Melalui Telepon

Diperbarui: 27 Februari 2023   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernikahan merupakan ibadah terpanjang umat Islam, tentunya dalam pelaksanaannya terdapat berbagai syarat yang telah ditetapkan Islam, yang membuatnya menjadi sakral. Karena pernikahan bukan hanya menyatukan dua insan, melainkan menyambung ukhuwah islamiyah.

Lalu bagaimanakah hukum dan syarat pernikahan yang dilakukan melalui sambungan telepon? Berikut penjelasannya.

MUI provinsi Sulawesi Selatan memberikan tanggapan atas pertanyaan tersebut, yakni melakukan akad nikah melalui telepon dapat dilakukan, namun dengan ketentuan bahwa syarat dan rukun nikah terpenuhi, seperti pelaksanaan nikah secara langsung.

Perlu diketahui dalam Islam banyak sekali pendapat mengenai rukun nikah, diantaranya menurut Hanafiyah rukun nikah hanyalah ijab qobul, sedangkan menurut jumhur ulama yang menjadi pedoman hukum Islam Indonesia yang dimuat dalam kompilasi hukum Indonesia, rukun nikah yaitu adanya kedua mempelai istri dan suami, adanya ijab qobul, serta wali. Sedangkan untuk syarat nikah salah satunya harus terdapat saksi dan begitupun dengan mahar.

Mengenai hukum nikah melalui telepon maupun alat komunikasi lainnya, itu bisa saja terjadi namun dengan ketentuan dan syarat yang ketat. Karena kondisi tersebut tidak bisa diprediksi sebelumnya oleh manusia. Sehingga ijab qabul sebagai rukun nikah, tidak boleh ada unsur ghorar maupun dhorar.

Sehingga tindakan selanjutnya adalah mendatangi KUA setempat untuk membicarakan hal tersebut dan mempersiapkan saksi, mahar, wali nikah dengan syarat transparan kepada pemerintah daerah setempat.

Problematika selanjutnya setelah rukun dan syarat terpenuhi, kesatuan majelispun harus demikian. Sementara dengan kondisi seperti ini, yang kenyataannya kedua mempelai berada ditempat yang berbeda. Sehingga apabila dihadapkan pada keadaan demikian, dapat berpedoman dengan ushul fiqh berikut :

"Untuk terciptanya makna terhubung antara ijab dan qabul dapat dipenuhi dengan hal berikut ini:

  • Berada pada satu majelis
  • Kedua pihak tidak memperlihatkan penolakan
  • Yang mengucap ijab tak membatalkan ijabnya sebelum diucap qabul.

Sehingga apabila salah satu mempelai tidak bisa hadir dalam majelis akad, dan akad dilakukan dengan perantara tulisan atau utusan, maka para ulama Hanafiah berkata, "Maielis akad adalah majelis pembacaan tulisan maupun mendengarkan perkataan delegasi di hadapan saksi-saksi". Demikian itu masih termasuk akad yang satu majelis




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline