Lihat ke Halaman Asli

Nalar Kekuasaan dan Syahwat Berkuasa

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nalar kekuasaan penting bagi seorang calon pemimpin. Karena nalar kekuasaan yang akan menjadikan seorang calon pemimpin sadar diri dan tahu diri. Sadar bahwa ia layak atau tidak menjadi seorang pemimpin. Tahu bahwa ia disukai atau tidak oleh masyarakat. Sadar bahwa ia dibutuhkan oleh bangsanya dan tahu bahwa rakyat merindukannya untuk menjadi pemimpin. Ia pun sadar dan tahu, bahwa amanah kepemimpinannya akan dipertanggung-jawabkan dunia dan akhirat.

Sehingga ketika ia sadar dan tahu diri, maka ia tanpa sungkam dan pamrih akan mewakafkan hidupnnya (kepemimpinanya) untuk kemaslahatan bersama. Seperti pemimpin kita di masa lampau. Untuk menyebut beberapa nama; Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Wahid Hasyim, dan Mohammad Natsir.

Mereka adalah pemimpin pergerakan yang sadar dan tahu diri. Sehingga mereka tak pernah mengeluh dalam perjuangannya, walaupun alasan untuk mengeluh sangat masuk akal waktu itu. Bandingkan dengan pemimpin kita—kini dan disini—cepat sekali mengeluh untuk hal-hal yang tidak layak dikeluhkan. Sehingga jangan heran kalau rakyat bangsa ini paling doyan mengeluh, karena pemimpin yang menularkan sifat demikian.

Ini adalah akibat dari syahwat berkuasa. Syahwat berkuasa tak peduli dengan sadar diri dan tahu diri. Ia sadar bahwa ia tak pantas menjadi pemimpin, tapi karena nafsu untuk berkuasa dengan dukungan uang yang banyak, ia mengabaikan kesadaranya tersebut. Pun begitu ia tahu bahwa rakyat tak membutuhkan ia menjadi pemimpin, tapi karena syahwat berkuasa sudah sampai di ubun-ubun, ia pun akan mengabaikan bahkan mencibir perasaan rakyatnya.

Hati-hati dengan calon pemimpin model ini, karena kalau sudah berkuasa, maka boro-boro ia mewakafkan kepemimpinanya untuk kemaslahatan bersama, ia justru akan menjadi lupa diri; lupa akan visi-visinya, lupa akan janji-janjinya, bahkan yang lebih ironis, ia akan lupa dengan penderitaan rakyatnya. Waspadalah???

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline