Lihat ke Halaman Asli

Repa Kustipia

TERVERIFIKASI

Gastronomist (Gastronome)

Mengglobalkan Makanan Lambat Orang Sunda di KTT Sistem Pangan

Diperbarui: 4 Juli 2023   08:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : dokumen pribadi

30 November 2020 adalah momen yang patut saya kenang karena menyuarakan beberapa komoditas makanan lambat dari lokasi saya tinggal yaitu Tasikmalaya, Jawa Barat. Sebagai kelompok yang tergolong pemuda/pemudi hal ini menjadi keunikan sendiri karena nama etnis sunda disebut pada laporan hasil KTT Sistem Pangan yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam rekomendasi diet global bahwa ada komoditas pangan lambat dari etnis sunda di Indonesia sana. 

Hal ini akan menjadi penyemangat terutama untuk terus melestarikan komoditas pangan asli yang biasa dikonsumsi oleh-orang-orang sunda terutama komoditas karbohidrat seperti : Talas hutan yang bisa diolah menjadi berbagai jenis kudapan, permasalahannya hanyalah kekuatan kreativitas untuk tetap berinovasi dalam keterbatasan apabila suatu teknologi belum mumpuni, namun kenikmatan konsumsi bukanlah dari seberapa makanan itu tersaji sempurna, ada keterikatan kenyamanan pada makanan yang dikonsumsi oleh etnis aslinya karena komoditas tersebut menjadi komoditas yang menjadi kebutuhan primernya, dan hal ini sebagai fondasi agar tidak ketergantungan pada nasi yang berasal dari beras, maka dari itu jika ekosistem biodiversitas orang sunda tergantikan untuk diganti menjadi : perumahan cicilan, maka produktivitas akan terganggu karena ada banyak species yang membantu mengelola ekosistem ini untuk keberlanjutan sistem pangan dari komoditas hutan sebagai sumber tanaman pangan yang belum cocok dibuat monokultur untuk kepentingan industri. 

Maka dari itu kekuatan etnis sebagai pelestari memang benar adanya, karena hanya orang-orang yang masih bersinergi dengan alam yang mengerti bagaimana alam ini bisa diolah tanpa saling melukai, karena ada hubungan timbal balik dimana itulah yang perlu dijaga kalau bisa dilestarikan agar berbagai generasi merasakan betapa nikmatnya merasakan rasa asli dari pangan yang didapatkan dari ketersediaan kekayaan alam, sayangnya prinsip dan ideologi pada identitas pangan asli ini, hanya sekadar wacana saja dan hanya untuk selebrasi karena banyaknya faktor pemengaruh yang jauh lebih cepat menghimpun konsumen untuk mendulang rupiah walau ekologi rusak, dampaknya sama : ekologi rusak, lahan hilang, dan pangan mahal dampaknya justru semakin tidak seimbang, beda lagi jika kecukupan akses pangan sebagai kebutuhan primer bisa disediakan oleh lingkungan, maka kehidupan manusia sejatinya hanya terfokus pada pengembangan diri yang jauh lebih berkualitas, bahkan akan banyak waktu menjalin hubungan sosial karena sudah tidak memikirkan : besok makan apa ? 

Poster yang digunakan ketika KTT Sistem Pangan 

sumber gambar : dokumentasi pribadi

Tautan keikutsertaan pada KTT Sistem Pangan, Laporan Umpan Balik Aksi, Pembicara Pasca KTT Sistem Pangan di Bappenas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline