Perkembangan media sosial yang hampir sudah tidak memiliki nilai-nilai sosial yang berdampak baik bagi kehidupan nyata sedang populer akhir-akhir ini, dimulai dari konten membongkar aib sendiri atau orang lain bahkan publik figur, curhat kebablasan tanpa sensor, wawancara mendalam dengan cara introgasi ke ranah privasi kemudian terpublikasi, investigasi harta kekayaan seseorang dicampur fitnah dan sumber yang tidak kredibel, mendokumentasikan kehidupan pribadi secara menyeluruh sampai menelanjangi suatu objek dan mengulasnya tanpa mahir di bidangnya yang bermodalkan nekat, coba-coba, iseng-iseng, mengikuti ketenaran, mengimitasi sesuatu bahkan tidak mengerti ranahnya dengan tujuan viral, objek tersebut juga termasuk makanan dan pelayanannya.
Fenomena apa yang sedang terjadi pada kalangan pengguna media sosial yang ternyata diam-diam meraup keuntungan dari konten yang diciptakan karena ada transaksi materil yang digerakkan seperti adanya iklan dan pemasaran (endorsement) setelah memiliki penggemar maya yang banyak atau melampaui minimum standar jenis media sosial untuk bisa meraih pendapatan minimal?
Kevin Kelly seorang futuris dan jurnalis sosial, teknologi, dan bisnis berkebangsaan Amerika yang pernah mengamati fenomena perkembangan ekonomi kreatif yang menciptakan berbagai konten menyempatkan menulis beberapa risetnya dalam beberapa esai dan buku diantaranya: esai yang berjudul 1000 True Fans yang mengulas ketika seorang konten kreator yang sudah memiliki penggemar minimal 1000 orang yang setia, maka disitulah pundi-pundi penghasilan akan muncul, bertambah, bahkan berlipat ganda karena adanya publikasi /eksposur yang lebih sering.
Ketika publikasi ini meledak dan menjadi konten favorit, banyak disimak, banyak dibagikan, disitulah keganasan digital akan meradang dimana hal ini dijelaskan dalam bukunya Kelly yang berjudul Out of Control: The New Biology of Machines, Social Systems, and the Economic World yang menyimpulkan hubungan simbiosis antara teknologi dan manusia, dapat membentuk cara manusia : berpikir, bertindak, dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar baik secara daring atau tidak.
Namun, ketika semuanya berlebihan, disitulah muncul hal-hal yang mengarah pada anti-kemanusiaan dimulai dari arogansi, diskriminasi, sampai tindakan kriminal, semua berawal dari tidak adanya kontrol diri antara teknologi dan fungsi.
Apa Hubungannya Dengan Cara Mengulas Makanan?
Sebenarnya, mengulas makanan sudah dilakukan pada abad ke-16 yang bermula pada kerajaan romawi, hal ini bisa ditelaah lebih lanjut pada buku Cooking Apicius yang memuat resep-resep romawi.
Kembali pada ulasan makanan, tujuan mengulas makanan pada saat itu adalah untuk kelayakan rasa untuk hidangan pesta dan kegiatan diplomasi antar raja-raja Eropa pada masanya.
Saat ini media publikasi sudah tak terhitung dengan jutaan penggunanya di seluruh dunia dan ini berdampak bagi segala ranah, termasuk makanan dan kegiatan mengulas makanan, karena saat ini setelah hadirnya media sosial tanpa batas (walau dalam pendaftarannya harus ada batas usia, tapi masa kini sudah ada jasa pembuat akun yang tidak terkontrol sehingga inilah kebebasan berekspresi yang tidak terkendali).
Mengulas makanan dalam etika makan ditawarkan pada mata kuliah Kuliner dasar dan lanjut (jurusan ilmu gizi, jenis vokasi dengan sebutan jenjangnya Diploma III atau IV) dan mata kuliah etika moral ekologi pangan dan kuliner jika mengambil jurusan gastronomi, tentunya kampus-kampus di luar negeri yang lebih dulu mempelajari etika makan karena budaya menikmati makanan adalah hal yang sangat simbolis untuk memperlihatkan status sosial.