Lihat ke Halaman Asli

Repa Kustipia

TERVERIFIKASI

Gastronomist (Gastronome)

Slow Living dan Slow Food, Mari Melambat Sejenak

Diperbarui: 29 Oktober 2022   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi masak bareng anak di rumah. (sumber: SHUTTERSTOCK/JACK FROG via kompas.com)

Hidup melambat menjadi tren tersendiri. Namanya Slow Living. Bahkan mengonsumsi makananpun menjadi melambat dari teknik pengolahannya. 

Praktik ini banyak dipraktikan di Italia karena untuk melawan gempuran makanan cepat saji pada tahun 1980-an karena kapitalisme dan membuat masyarakat Italia menjadi konsumtif dan menimbulkan efek yang cukup buruk bagi lingkungan.

Karena, orang-orang menjadi tidak peduli sampah, menjadi serba cepat dan arogan, dan para pengolah makanan tradisional dimana itu merupakan kekuatan ekonomi menjadi berubah menyukai makanan cepat saji yang diimpor. Hal ini mengkhawatirkan. 

Lewat Bukunya Slow Living, Pengarang Wendy Parkins dan Geoffrey Craig menuliskan pengalaman menikmati hidup santai/hidup melambat/slow living dan menikmati slow food/makanan lambat. 

Yang mereka lakukan dalam hidupnya adalah merubah persepsi era modern yang begitu cepat sehingga membuat beberapa kegiatan tidak beraturan, banyak tuntutan, bahkan kewalahan. 

Menurut mereka hal ini disebabkan oleh kecepatan dan ketidaksiapan seseorang dalam menghadapi globalisasi. 

Namun, mereka memilih melambat karena terlalu bosan dengan hingar bingar era modern yang ternyata menyusahkan, merepotkan, bahkan mereka menanyakan mengapa tidak boleh istirahat sejenak atau menghadapi hidup itu dengan santai dan lebih menikmati?  

Dokumentasi menikmati Slow Living dan Slow Food ala orang desa. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Slow Living mengeksplorasi filosofi dan politik 'kelambatan' saat menyelidiki pertumbuhan Slow Food menjadi gerakan makanan dan budaya melambat di Italia. 

Memang makanan lambat disana memiliki komitmen pelestarian masakan tradisional dan pertanian berkelanjutan, namun harus tetap nikmat dihidangkan di meja dengan nilai-nilai kehidupan dan menikmati hidangan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline