Penulis: Repa Azahra Putri
Dosen Pengampu: Dr. Dinie Anggraeni Dewi,M.pd
M. Irfan Ardiansyah S.pd
Kontradiksi antara keinginan Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk memisahkan diri dari Indonesia dan upaya pemerintah untuk mempertahankan kedaulatan negara menghadirkan tantangan besar bagi integrasi wilayah Papua. Isu ini menyoroti permasalahan yang lebih dalam terkait dengan penerapan nilai Pancasila, khususnya sila ketiga, Persatuan Indonesia. Meski Indonesia dikenal dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mengedepankan keragaman dalam persatuan, kenyataannya, Papua menjadi wilayah yang kerap terbelah oleh ketidakpercayaan terhadap pemerintah pusat dan kekerasan yang terus menerus mewarnai kehidupan masyarakat di sana.
Konflik yang Berkepanjangan dan Kekerasan
Sejak Papua bergabung dengan Indonesia pada 1969, ketegangan antara pemerintah Indonesia dan sejumlah kelompok yang mendukung kemerdekaan Papua, termasuk OPM, tak kunjung surut. OPM menuntut pemisahan Papua dari Indonesia dengan alasan ketidakadilan dan diskriminasi yang mereka alami. Meskipun sudah ada upaya oleh pemerintah pusat melalui program pembangunan dan pemekaran wilayah, harapan untuk mencapai kedamaian di Papua masih jauh dari kenyataan.
Aksi-aksi kekerasan, seperti serangan terhadap aparat keamanan, pembakaran fasilitas publik, dan perusakan infrastruktur, terus terjadi di Papua. Konflik ini menimbulkan banyak korban jiwa, baik dari pihak kelompok separatis maupun masyarakat sipil yang terjebak di tengah ketegangan tersebut. Aksi kekerasan ini tentu saja bertentangan dengan tujuan utama Indonesia, yang diamanatkan oleh Pancasila, untuk menciptakan kehidupan yang damai, adil, dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila Ketiga Pancasila: Persatuan yang Terganggu
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, menuntut setiap warganya untuk menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan. Sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia, mengharuskan setiap elemen bangsa, dari Sabang hingga Merauke, untuk bersatu dalam kebhinekaan. Namun, dalam konteks Papua, prinsip ini menghadapi ujian yang cukup berat. Masyarakat Papua, sebagian besar, merasa terpinggirkan oleh kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Ketidakadilan sosial, kurangnya akses terhadap pelayanan publik yang memadai, serta terbatasnya peluang ekonomi bagi masyarakat setempat menjadi faktor yang memperburuk hubungan antara Papua dan pemerintah pusat.
Tidak hanya itu, perbedaan budaya yang mencolok dan sejarah panjang ketegangan semakin memperkeruh keadaan. Sejumlah kelompok di Papua merasa bahwa suara mereka tidak didengar dalam proses pembangunan, dan bahkan ada perasaan terasingkan dalam kerangka negara kesatuan. Oleh karena itu, mereka memilih jalan kekerasan untuk memperjuangkan aspirasi mereka, meskipun hal ini jelas bertentangan dengan semangat Pancasila, khususnya sila ketiga yang mengedepankan persatuan.
Upaya Pemerintah dalam Menangani Konflik