Lihat ke Halaman Asli

Sajak untuk Solandra

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Solandra;

sunyi adalah dunia sesak yang hendak meledak, menyampaikan rindurindu yang beranakpinak, sebuah cerita tentang sketsa wajah yang pecah, hakekatnya adalah cermin.

ditangan sepi mengurai tilas diri yang dilebati muram walau pagi menjelang dan tangis tak lagi sanggup menguras air mata

kita malu layaknya tujuh daunputri menguncup tersentuh keangkuhan, aku ragu katakan aku manusia takut kehilangan semua,

saat kuuntai bakal bunga pinus direrumput, ku tau bahwa aku serapuh itu.

dan mulailah sajaksajak tertuliskan

mengeja malammalam yang sebentar pudar. menterjemahkan gagap siang yang hendak pulang. ada gelak resah dan sedu renyah. semua istirah dimatamu yang lelah.

dan mulailah sajaksajak dituliskan

Jika adam sedari mula diciptakan sendirian. lalu darimana datangnya kesepian hingga dari tulang rusuk dimintanya hawa. justru darinya lubang pertama tercipta. ia bernama cinta ia bernama kuasa ia bernama kehilangan. kini setelah sebelumnya diajarinya ia memberi nama pada bendabenda, sekarang diajarinya ia memberi nama pada peristiwa.

Entahlah. tiap kehilangan adalah lubang yang dalamnya sejauh jarak antara kereta dan stasiunnya yang menjauh. aku sering berharap semoga kesedihan adalah tamu dari luar kota yang singgah sementara. namun sebagai tamu yang tak kita kenal betul perangainya, barangkali ada yang tercuri dan sulit didapat lagi.

Aku selalu berpikir tak ada yang siasia.

Tapi entah,_ada yang terluka.

Mengajak bicara_meski tanpa menghirup udara.

Seseorang yang tengah menunggu dengan kedua tangan disaku mantel itu adalah maut yang senyum dibibir yang tipis. Seorang akan dikembalikan. kao menemuinya dengan menenteng segelas kopipanas diantara calon penumpang yang bergegas menunggu kereta yang akan datang

Ia tersenyum

Berapa lama keabadian?

Kita akan berangkat tanpa isyarat dari peluit yang cemas

aku tak melihatmu membawa tenang yang kao janjikan, kao bawa debur pada keranda berairmata.

Dimana tenang yang kao janjikan.. ?

Aku kesepian

Sepi

Aku memandang melemah

Lihatlah aku pucat pasi sembilu disamping jemari. Setiap kupeluk menangisi hujan. Hujan cemara yang sedih. Hujan senandung hujan.lalu kelabu mengalun nyanyian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline