Sosok yang sangat kucemaskan itu perlahan menghampiri.Namun, “sepuluh” yang kunanti belum juga ada.Tubuhku lemas.Namun, telah kusiapkan seribu alasan untuk menunda pembayaran hutang yang sudah jatuh tempo.
“Memberi satu kita akan dapat sepuluh....” Ceramah Ustadz di televisi tempo hari kembali terngiang.
Satu-satunya yang tersisa di dompetku hanya selembar sepuluh ribu. Itu pun telah kuselipkan dengan penuh harap dalam amplop bertulis infaq anak yatim pagi tadi.
Tiba-tiba “Tia, kemari...” Kuiringi langkah Boss masuk ke ruangannya.
“Honor juridua bulan lalu.” Ucapnya seraya meletakkan amplop di meja.
Kubuka, namun tidak kutemui “sepuluh” yang kuharapkan di sana. Aku mendapat “tiga puluh”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H