Lihat ke Halaman Asli

Renni Anggraeni

Pembimbing Kemasyarakatan

Memahami Penyebab Kejahatan Sebagai Langkah Awal Menyusun Program Pembimbingan Klien Pemasyarakatan

Diperbarui: 9 September 2023   16:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pembahasan mengenai penanggulangan tindak pidana berkaitan juga dengan pembimbingan bagi Klien Pemasyarakatan. Pengertian Klien Pemasyarakatan (atau lebih dikenal dengan sebutan Klien) menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2022 tentang Pemasyarakatan diartikan bahwa Klien adalah seseorang yang berada dalam pembimbingan kemasyarakatan, baik dewasa maupun anak. Batasan usia seseorang dikategorikan dewasa dan anak-anak masih terdapat beberapa perbedaan. 

Dalam Pasal 1 Angka 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak merumuskan bahwa usia Anak yang Berkonflik dengan Hukum sehingga mendapatkan perlindungan hukum dalam sistem peradilan pidana adalah anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berusia 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Oleh sebab itu, seseorang yang melakukan tindak pidana pada saat orang tersebut telah berusia 18 tahun atau lebih maka dikategorikan sebagai usia dewasa.

Seseorang yang telah melakukan kejahatan dan telah memasuki pembinaan tahap akhir statusnya akan berubah dari Anak Binaan atau Narapidana menjadi Klien Pemasyarakatan (selanjutnya disebut Klien) maka pembinaannya dilakukakan di luar lembaga pemasyarakatan (LAPAS). Lembaga yang diamanahi oleh undang-undang untuk melaksanakan tugas pembimbingan kepada Klien adalah balai pemasyarakatan (BAPAS) yang pelaksanaan pembimbingannya dilaksanakan oleh suatu jabatan yang disebut Pembimbing Kemasyarakatan (PK).

Dalam rangka penanggulangan tindak pidana supaya Klien tidak melakukan kembali tindak pidana kembali, PK harus menyusun program pembimbingan yang tepat sesuai dengan kebutuhan klien. Untuk itu, PK perlu memahami terlebih dahulu sebab-sabab terjadinya kejahatan. Dr. Marlina, S.H., M.Hum dalam buku Hukum Penitensier merangkum beberapa teori mengenai penyebab terjadinya kejahatan. Teori-teori tersebut adalah:

1. Teori Biologi

Teori biologi melihat sebab-sebab kejahatan dilihat dari karakteristik fisik pelaku kejahatan. Pada abad ke-19 terdapat seorang ilmuan bernama Lombroso yang berusaha menentukan karakteristik pelaku kajahatan. Menurut Lombroso, pelaku kejahatan sering memiliki karakteristik fisik khusus seperti: dahi rendah; dagu yang tertarik kebelakang; akal yang berkelebihan; dan pendengaran yang menonjol. Namun dalam perkembangannya, teori Lombroso ini gugur karena seseorang tidak dapat ditebak begitu saja dan sulit dibedakan antara penjahat dan bukan penjahat dari bentuk fisiknya.

2. Teori Psikolog

Teori psikologis berpendapat bahwa kejahatan melalui proses pembelajaran mental dalam hal penyakit kejiwaan, kehancuran dari katakutan, dan ketidakmampuan. Dalam teori psikolog ini dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Persoality Characteristics (sifat-sifat kepribadian)

Empat alur penelitian psikologis yang berbeda telah menguji hubungan antara kepribadian dengan kejahatan. Pertama, melihat pada perbedaan-perbedaan antara struktur kepribadian dari penjahat dan bukan penjahat. Kedua, memprediksi tingkah laku. ketiga, menguji tinkatan dinamika-dinamika kepribadian normal beroperasi dalam diri penjahat. Keempat, mencoba menghitung perbedaan-perbedaan individual antara tipe-tipe dan kelompok- kelompok kejahatan.

b. Mental Disorder (Kekacauan Mental)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline