Lihat ke Halaman Asli

Reni Soengkunie

Tukang baca buku. Tukang nonton film. Tukang review

Betapa Menyebalkannya Orang yang Malas Membaca

Diperbarui: 17 Juli 2019   15:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Saya kira dengan rendahnya minat baca masyarakat, tidak akan berdampak pada saya. Toh, dia yang malas membaca, emang apa efeknya bagi saya. Kalau dia malas membaca dan jadi bodoh, kan dia juga yang bodoh sendiri. Teorinya kan gitu yah. Nyatanya, kebiasaan malas membaca yang dimiliki orang lain ini, cukup membuat saya terguncang menahan tekanan jiwa dibuatnya. 

Mungkin kedengarannya terlalu berlebihan ya, tapi, sungguh bertemu dengan orang yang malas membaca itu dapat membuat kita naik pitam. Kebodohan dari malas membaca itu ternyata seperti toxic di tubuh kita. Biar lebih jelasnya, saya ceritakan beberapa orang malas membaca yang hadir di hidup saya.

Kebetulan, saya ini berjualan secara online. Sebagai pembeli, saya sangat sebal bila ingin membeli sesuatu secara online tapi keterangan tentang produk tersebut tidak detail. Misal ingin membeli baju, tapi harganya harus via DM dulu. Gini nih, yang bikin sebal. Nanti kalau sudah DM, sudag nanya harga, tapi gak jadi beli, dibilang, 'Dasar pembeli php, nanya-nanya gak jadi beli!"

Padahal kan yang nyuruh nanya dia ya. Coba kalau harga tertera di awal. Jadi kalau uang kita gak cukup, kan gak perlu melanjutkan transaksi tersebut ya. Saya juga tak habis pikir, dengan orang yang berjualan online tapi gak mau menyertakan harga. Apa dia memang jenis orang yang suka menjawab pertanyaan po ya.

Oleh karena itu, setiap kali saya memposting jualan, saya usahakan untuk memberikan semua keterangan secara detail. Dari mulai ukuran, warna, jenis, harga, serta kontak yang bisa dihubungi. Hingga tak ada celah lagi, bagi pembeli untuk menanyakan sesuatu mengenai jualan saya.

Bagi saya semua data tersebut sudah jelas, bahkan kekurangan dagangan saya kalau ada pun saya akan beritahu di postingan. Kadang kala saya sertakan juga video biar puas. Nah, sebagai penjual kan saya sudah semaksimal mungkin memudahkan pembeli kan ya, tapi kok ya masih ada yang nanya juga coba.

Hingga akhirnya satu persatu pembeli mulai berkomentar di postingan saya. Ada yang bertanya ukuran, ada yang bertanya warna, ada yang minta kontak, lalu datang pembeli baru lagi menyakan ukuran lagi, menanyakan warna lagi, menanyakan kontak lagi. Lalu datang pembeli lagi, lagi, lagi, dan lagi. Menanyakan sesuatu yang sudah ada dan sesuatu yang sudah ditanyakan. 

Kalau yang nanya cuma satu sampai sepuluh sih oke ya, kalau sampai ratusan. Lalu ada yang DM dan menanyakan hal serupa lagi. Hmm...ini mungkin yang dinamakan membuang waktu dengan kesia-siaan.

Kalau sudah gini kan serba salah ya. Gak dijawab, kok ya dikiranya penjual yang sombong. Tapi kalau dijawab kok ya bikin gondok. Benar sih, pembeli adalah raja, tapi raja yang gimana dulu! Kok ya membaca keterangan di caption aja mereka malasnya setengah mati dan lebih memilih bertanya langsung.

Saya pernah membaca buku karya Yoko Ogawa yang berjudul The House Keeper & The Professor. Dalam buku itu, sang ahli Matematika itu kurang lebih berkata bahwa dibanding mendapatkan jawaban yang bagus, dia jauh lebih suka mendapatkan pertanyaan yang bagus. Jadi, pada dasarnya pertanyaan dari mulut seseorang itu menentukan kecerdasannya.

Hal seperti ini juga tidak hanya terjadi pada pembeli online. Misal di jalan, ada tulisan jalan khusus busway, toh masih banyak kendaraan yang berlalu lalang di jalanan yang dikhususkan untuk busway tersebut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline