Lihat ke Halaman Asli

Reni P

Saintis yang lagi belajar nulis

Belajar dari Khadijah, Wanita Berdaya dari Abad Delapan

Diperbarui: 9 Maret 2018   22:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mona Haydar - Hijabi (Wrap My Hijabi)


"Ooooh, jadi, hari ini adalah hari Perempuan Internasional, toh."

Merupakan respon kudet saya ketika melihat tampilan awal Google yang menampilkan karya-karya seni-woman super uapik:

Perempuan macam apa yah saya ini. Tak berpengetahuan terhadap hari raya saya sendiri (yang tentunya bersama-sama dengan milyaran perempuan lain di negara lain).

Terlepas dari betapa dungunya saya terhadap hal tersebut, isu ini memang menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan. Apalagi untuk negara-negara demokratis yang sistem sosialnya yaaah patriarki. Banyak sura-suara vokal yang mengeluhkan masalah hak perempuan, entah dalam berpakaian, upah, pendidikan, hingga perlakuan yang seringnya dianggap hanya 'didominasi' oleh kaum adam. Apalagi, hal ini menjadi semakin terdengar lebih nyaring dengan dilakukannya 'gerak jalan' oleh sura-suara vokal aktivis perempuan ibukota kemarin.

Banyak perempuan-perempuan cerdas yang hari ini bermunculan dari luar hingga tataran lokal pun mimpi-mimpi perempuan untuk berdaya terus diperjuangkan. Tapi untuk kali ini, izinkan saya menyuplik sekilas kisah salah satu inspirator saya, yaitu Khadijah, istri pertama Rasullullah S.A.W.

Dalam buku karangan Muhammad Haikal, saya menangkap Khadijah ini merupakan motivasi sekaligus penyokong pendanaan dakwah, apalagi ketika Rasul memutuskan untuk fokus mengurus umat dan menanggalkan aktivitas perniagaannya yang ia tekuni sedari dulu. Bila anda pahami, upaya menyebarkan misi Ilahi tersebut dibutuhkan materi yang tak sedikit. 

Apalagi, salah satu program dakwah saat itu adalah upaya pemberantasan perbudakan. Dengan sistem jumud yang mengakar di budaya Arab kala itu, Khadijah bersama para saudagar-saudagar muslim lainnya bergotong royong  untuk membeli budak dan membebaskan mereka selayaknya manusia.

Beberapa riwayat menyatakan sebelum nabi masih menjadi mitra bisnis Khadijah, jumlah aset yang dimiliki Nabi masih kalah dengan yang dimiliki Khadijah. Padahal, saat tu Nabi mampu memberikannya mahar nikah sekurang-kurangnya seratus unta. Kalau saja hari ini harga unta adalah 100 juta, maka kalikan saja seratus lagi. Itu untuk harga mahar, belum total kekayaan nabi, lalu bisakah anda bayangkan seberapa banyak kekayaan Khadijah yang mampu mengalahkan kekayaan Nabi?

Saat itulah, saya kira Khadijah mampu memantaskan dirinya, menjadi perempuan yang berdaya ketika perempuan-perempuan lainnya hanya diperlakukan dan pasrah menjadi barang seks bagi para ikhwan.

Menariknya, turunnya perintah shalat pun tak jauh hubungannya dengan peran Khadijah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline