Lihat ke Halaman Asli

Reni P

Saintis yang lagi belajar nulis

YouTube dan Etalase Kebodohan

Diperbarui: 15 Februari 2018   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: photo stock

Sudah lama tak berselancar di YouTube, saya agak penasaran sudah semengerikan apa perkembangan konten di salah satu platform raksasa tersebut. Di beranda ada banyak video rekomendasi dari channel yang dulu saya kagumi. Ya, dulu. Awalnya saya kagum dengan misi mereka di masa-masa awal pembuatan konten.

Karena background founders-nya dulu memang pernah menetap di berbagai negara yang mana bahasa pengantarnya adalah bahasa Inggris. Tentu tak semua orang punya pengalaman merasakan budaya dan bahasa selain di Indonesia. Dari sanalah mereka ingin berbagi sekaligus mengedukasi dengan merangkum bagaimana budaya dan bahasa di luar sana dengan cara-cara yang lebih menarik dan pastinya asyik.

Semakin lama, semakin banyak pelanggan yang mereka miliki. Kualitas video mereka semakin berkembang, properti yang disediakan sudah pula semakin niat. Tapi, dari sanalah yang saya mulai tidak sukai. Konten semakin tak etis, seluruh budaya barat dibagi dengan bangga, ditampilkan dengan menarik. Luar biasa. Konten yang membahas seks, jenis-jenis minuman keras, tata cara meminumnya, belum lagi bumbu bahasa kotor seakan memang wajar terjadi dan dilakukan dengan penuh rasa b a n g g a.

Video yang saat itu saya tonton merupakan video tanggapan mereka terhadap reaksi netizen yang menurut mereka adalah "hate comments". Dari awal sampai akhir memang nadanya agak benci-benci gimana gitu. Tapi, kalau melihat dari sisi keobjektifan, saya sendiri sudah sangat tidak sepakat dengan jalan pikir mereka. Ada banyak sekali statements yang mereka lontarkan, beberapa adalah:

"Kalo Lo nggak suka, ngapain lu nonton? Banyak ko channel yang baik-baik."

"Kita ga ngajarin kalian untuk mabok, kita selalu bilang 'minum boleh, mabok jangan'."

Dan ketika anda coba memahami sedikit tren YouTube hari ini, ternyata bukan hanya video yang baru saja saya ceritakan, tetapi banyak sekali video-video yang berseliweran dengan konten isi penuh umpatan, tutorial yang menjerumuskan, juga hal-hal yang semestinya tidak layak untuk ditonton bagi bangsa yang mengaku dirinya beradab.

"Loh, bukannya benar, kalau ga suka kenapa harus ditonton? Anda bisa memblokir konten mereka. Sehingga Anda tidak perlu repot untuk menyaksikan mereka."

Saya mengeluhkan hal ini bukan untuk konsumsi saya pribadi. Pertama, memang saya belum punya anak, saya masih berumur 20 tahun, dan saya belum ada rencana untuk ke pelaminan. Tapi, saya punya dua adik yang masih di bawah umur. Anak SD zaman sekarang mainannya bukan lagi monopoli, congklak, atau sekadar masak-masakan. Rengekan mereka seputar gadget, kuota streaming, dan gaming, dan pemandangan yang instagrammable. Saya bisa saja meblokir akun-akun tersebut, tapi adik-adik saya? Apa tanggung jawab konten kreator terhadap perkembangan moral adik-adik saya?

Rasa penasaran saya membuat saya mengomentari channel tersebut.

"Kalau nanti anak2 kalian tau (bahwa) kalian seorang youtube content creator, apa kalian mengizinkan anak-anak kalian untuk nonton video kalian? hehehe jeus keurieus."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline