Lihat ke Halaman Asli

Bukan Hanya Peran, Tapi PR!, Peran Komunitas Pemuda di Daerah-daerah Indonesia

Diperbarui: 11 Agustus 2018   00:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

109 tahun setelah kebangkitan nasional. 72 tahun setelah kemerdekaan. 20 tahun setelah Reformasi. 2017, Indonesia masih jauh dari apa yang diharapkan para Founding Fathers-nya. Pendidikan tidak merata dan penuh diskriminasi. Perekonomian dikuasai kapitalis asing. 

Disparitas kesejahteraan membuat perbedaan strata sosial sejelas sistem kasta di zaman Hindu dulu. Segelintir kaya yang semakin kaya, menguasai sepasukan besar massa yang miskin. Pelayanan kesehatan bergantung pada ketersediaan materi. Oksigen menipis ditekan polusi. Alhasil, masyarakat yang sudah sakit menjadi semakin sakit. Secara mental maupun fisik.

2017, ketidakadilan terus mendiversifikasi diri. Ada ketidakadilan hukum, ekonomi, sosial, hak asasi, dan masih banyak lainnya. Ketidakadilan kejam yang diterapkan penjajah terwariskan pada pribumi-pribumi yang mencintai kepentingan pribadi. Sejak 4 abad lalu hingga sekarang, KKN (kolusi, korupsi, nepotisme) masih terus merajalela. Bedanya, dulu yang melakukan terang-terangan alih-alih "main belakang", menggunakan "bedil" sebagai senjata alih-alih topeng kemunafikan.

2017, lagi-lagi yang dibutuhkan Indonesia adalah PERUBAHAN. Inisiasi perubahan tidak akan berhasil tanpa inisiator yang mumpuni dan berkarakter. Mahatma Gandhi pernah berkata,

"Here's to the crazy one. The misfits. The rebels. The troublemakers. The round pegs in the square holes. The one who see things differently. They're not fond of rules. And they have no respects for the status quo. You can quote them, disagree with them, glorify or vilify them. About the only thing you can't do is ignore them. Because they change things."

Dari kutipan tersebut, ada beberapa karakter inisiator perubahan yang dapat dipahami. Crazy (gila). Misfits (berbeda). Rebel (berontak). Ketiganya merupakan modal penting dalam menginisiasi perubahan, terutama jika hal tersebut diciptakan dalam kondisi gawat tapi tidak tersadari oleh "mereka" yang sudah merasa "nyaman". Dan siapakah kaum "non-mereka"? Kaum yang memiliki 3 karakter inisiator perubahan seperti yang Gandhi sebutkan? Jelas dan tidak terbantah. Jawabannya adalah PEMUDA.

Puluhan tahun lalu, Ir. Soekarno pernah menaruh kepercayaan besarnya kepada pemuda. Beliau mengungkapkan bahwa kekuatan segelintir pemuda dapat mengalahkan seratus orang tua. Pernyataan tersebut tentu bukan tanpa dasar. Sejarah bangsa Indonesia sendiri dibangun dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh pemuda. Mulai dari berdirinya Budi Oetomo (1908), komunitas pemuda terorganisir yang pertama. 

Sumpah Pemuda (1928) yang melambangkan persatuan nagari-nagari di bawah satu panji sumpah, se-tanahair, setumpah, dan sebahasa Indonesia. Penculikan Rengasdengklok yang kemudian membuahkan Proklamasi pada 17 Agustus 1945. 

Di masa-masa berikutnya, pemuda terus berkontribusi, bahkan mengontrol terciptanya momen-momen krusial bagi masa depan bangsa. Klimaksnya tahun 1998, saat mahasiswa dari seluruh Indonesia tumpah ruah di Jakarta, menuntut diakhirinya tirani Orde Baru.

Beda zaman beda kondisi. Beda masa beda caranya. Memasuki zaman milenial, pergerakan komunitas pemuda lebih ramping dan rapi dibandingkan pendahulunya. Bentrok berdarah terminimalisasi. 

Dinamika tidak lagi sekeras sebelumnya, karena komunitas-komunitas tersebut tidak lagi berkonfrontasi dengan pemerintah. Setidaknya, pemerintah yang mereka hadapi bukan lagi pemerintah yang mengancam massa dengan ranjau kawat atau senjata api.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline