Lihat ke Halaman Asli

Reni Anisa Hidayati

Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN KHAS JEMBER

Benarkah Kesenian Ronang di Gucialit Kabupaten Lumajang Berisi Tentang Sindiran Kepada Belanda?

Diperbarui: 11 September 2024   08:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi : beberapa kostum tarian ronang (mayor, kapten, anak buah)

Kesenian merupakan bagian dari suatu kebudayan yakni sebuah sarana yang digunakan untuk mengekspresikan dan mengungkapkan keindahan yang memiliki nilai estetika dalam diri manusia dan dituangkan ke dalam  suatu kebiasaan yang mengandung unsur keunikan. Adapun kesenian yang telah ada sejak lama akan menjadi warisan budaya yang patut untuk dijaga dan dilestarikan oleh genersi berikutnya, karena suatu hal yang disebut sebagai seni ataupun kesenian pasti didalamnya mengandung suatu hal yang unik sekaligus sakral.

Kabupaten Lumajang dalam kaca mata sejarah yang terkenal dengan sosok Arya Wiraraja dan berbagai sejarah yang ada di dalamnya, bukan hanya dari satu sisi saja Lumajang harus dikenal oleh khalayak umum akan tetapi bagaimana Kabupaten Lumajang ini bisa dikenal oleh khalayak umum dari berbagai aspek salah satunya yakni melewati kesenian yang dimilikinya. 

Di Kabupaten Lumajang sendiri kesenian yang dimiliki cukup beragam dan cukup dikenal oleh masyarakat dari luar kota Lumajang, hal ini merupakan aset budaya yang harus diperhatikan oleh para generasi, para pelaku dan pegiat seni , serta pemerintah daerah yang ada di Kabupaten Lumajang bagaimana kesenian-kesenian yang ada di Lumajang ini dibranding sebaik mungkin dengan cara memanfaatkan bebagai media sosial yang sangat canggih agar kesenian yang ada di daerah Lumajang bisa terekspos baik dalam kancah nasional maupun internasional.

Gucialit merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Lumajang, berada di wilayah dataran tinggi sehingga mayoritas komoditas tanaman yang ada disana adalah tanaman kopi dan terdapat juga perkebunan teh yang ada di daerah Kertowono. Di desa Gucialit terdapat salah satu kesenian yang hingga saat ini peralatan dan perlengkapan dari kesenian tersebut masih cukup terbilang lengkap, akan tetapi sangat disayangkan kesenian tersebut saat ini terkikis oleh kemajuan zaman dan kurang diminati oleh kalangan generasi muda serta kurang diperhatikan oleh pihak pemerintah daerah. 

Padahal apabila kesenian ini dinikmati dan dipahami alur cerita yang ada di dalamnya sangat menarik dan memiliki unsur sejarah didalamnya.
Kesenian tersebut dinamakan dengan kesenian ronang, kesenian ini merupakan sebuah tarian yang biasanya ada ketika terdapat acara atau selametan tarian ini sudah ada sejak lama yakni 50 tahun yang lalu atau diperkirakan sekitar tahun 1970an menurut narasumber yakni bapak Paedi selaku pegiat seni ronang ini, tari ronang ada sekitar pasca kemerdekaan Indonesia. Adapun pada tari ronang ini terdiri dari 8 pemain yang ada pada alur cerita dan menari diantaranya yaitu, 1 berperan sebagai mayor, 1 berperan sebagai kapten, 1 berperan sebagai nyonya, 1 berperan sebagai anjing, 1 berperan sebagai hornas, dan 4 orang berperan sebagai anak buahnya atau anggota.

Tari ronang ini secara filosofinya menurut buyut atau kakek dari narasumber yang menjadi pelaku seni tari ronang pada 50 tahun yang lalu menurutnya tari ini menceritakan tentang orang-orang Belanda ketika berada di Indonesia. Karena selain tari ronang ini juga terdapat salah satu tarian yang hampir mirip dari segi alur ceritanya yaitu pada kesenian hornas, karena pada kesenian ini menurut sejarahnya tarian tersebut menceritakan tentang pekerja pribumi yang sedang menyindir tuannya yakni para orang -- orang Belanda yang di kemas dan disajikan dalam bentuk tarian. 

Hal ini bisa jadi sebagai bentuk memori ataupun ingatan yang sangat pahit bagi masyarakat lokal ketika itu melewati masa yang sangat rumit tentang mereka yang tidak memiliki hak atas diri sendiri serta kehidupan yang serba disetir oleh kalangan Belanda, sehingga mengingat hal tersebut agar selalu terkenang tentang perjuangan-perjuangan yang telah dilakukan dan dilewati maka cerita dan kejadian yang pernah dialami oleh masyarakat lokal diabadikan oleh sang maestro kesenian tari ini menjadi sebuah karya seni tari ronang dengan segala keunikan yang ada di dalamnya.

Sumber Rujukan
Wawancara dengan Bapak Paedi (pegiat kesenian tari ronang dan jaran kencak),Gucialit, Lumajang, Selasa,10 September,2024. Pukul 10.30.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline