Lihat ke Halaman Asli

Reni Noviani

Guru Bahasa Jawa

Belajar Unggah-Ungguh Bahasa melalui Media Permainan Ular Tangga

Diperbarui: 28 November 2022   22:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa merupakan salah satu warisan budaya yang sangat penting. Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa di Nusantara yang mengalami perkembangan dan memiliki berbagai macam variasi bahasa. Variasi atau ragam bahasa dalam bahasa Jawa digunakan berdasarkan mitra tutur atau lawan bicara. Ada berbagai variasi atau ragam bahasa berdasarkan tataran tingkat, mulai dari bahasa yang paling kasar sampai bahasa yang halus. Variasi atau ragam bahasa tersebut dalam bahasa Jawa disebut unggah-ungguh basa.

Masyarakat Jawa dalam bertutur kata dengan orang yang lebih tua seharusnya menggunakan bahasa yang halus atau krama. Ketika bertutur kata dengan yang lebih muda bisa menggunakan bahasa ngoko. Akan tetapi, saat ini penggunaan bahasa sesuai dengan mitra tutur sudah mulai jarang digunakan. Siswa, ketika berjalan dan melewati gurunya atau orang yang lebih tua sudah jarang yang membungkukan badan dan berkata “nderek langkung”, kebanyakan dari mereka berjalan sambil lalu saja. Pengunaan bahasa “maem” yang seharusnya digunakan untuk diri sendiri atau kepada orang yang lebih muda, sering kali dinggunakan untuk orang yang lebih tua, seperti “bapak wis maem?”. Kesalahan penggunaan unggah-ungguh basa tersebut menjadi tantangan untuk guru bahasa Jawa saat ini.

Reni Noviani, S.Pd., guru bahasa Jawa SMK Negeri 1 Purwodadi menggunakan bantuan permainan ular tangga untuk mengajarkan materi unggah-ungguh basa. Siswa yang sering kali merasa bosan dengan pelajaran bahasa Jawa, dengan permaianan ular tangga bisa merangsang keaktifan siswa. Dalam pembelajaran, siswa dibagi dalam kelompok yang heterogen. Kemudian guru menyediakan permaian ular tangga yang dicetak besar ukuran 2 meter x 2 meter. Siswa menentukan urutan pemain. Ketika setiap pemain pertama dalam setiap kelompok siap, guru mulai menyajikan pertanyaan tentang unggah-ungguh basa. Siswa boleh berdisuksi dengan kelompok untuk menentukan jawaban. Setelah pemain mendapatkan jawaban, setiap kelompok menyajikan hasilnya. Jika jawaban benar siswa boleh melempar dadu, dan jika jawaban salah siswa tidak boleh melempar dadu. Siswa melangkah sesuai dengan nomer yang ditunjukan oleh dadu. Jika mendapatkan tangga bisa naik, jika mendapatkan ular harus turun. Posisi yang sudah ditempati pemain pertama digantikan oleh pemain berikutnya. Dan pemain berikutnya mendapatkan pertanyaan dari guru, dan seterusnya.

Pembelajaran yang disajikan melalui permainan ular tangga menjadikan siswa lebih tertarik dan tidak mudah bosan. Merangsang siswa untuk bertutur kata menggunakan unggah-ungguh basa yang sesuai. Diharapkan dengan pembelajaran yang menyenangkan siswa lebih mudah dalam mengingat kosa kata untuk basa ngoko dan basa krama.

Siswa belajar gotong royong dalam kelompok dan bernalar kritis untuk menyelesaikan permasalahan. Hal tersebut sesuai dengan profil pelajar pancasila yang menjadi ‘roh’ kurikulum merdeka. Peningkatan menggunakan unggah-ungguh basa dibuktikan dengan hasil observasi, dari 36 siswa kelas X Tbg 1 SMK Negeri 1 Purwodadi, sebanyak 32 siswa atau 88,88%, siswa mendapatkan nilai di atas KKM. Hal tersebut memberikan gambaran peningkatan hasil pembelajaran tersebut tidak terlepas dari peran guru, siswa, model pembelajaran, dan media pembelajaran yang digunakan.

Reni Noviani, S.Pd.

Guru Bahasa Jawa SMK Negeri 1 Purwodadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline