IMAMAT DALAM PERUTUSAN GEREJA
Menurut PRESBYTERORUM ORDINIS (PO), no. 1-3
"Dektrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam"
1. Pengantar
Secara umum jati diri seorang imam berasal dari imamat Kristus sendiri dan mengambil bagian dalam imamat-Nya. Imam dipanggil dan diutus untuk menjadi sarana bagi Allah dalam mewartakan Injil di tengah-tengah dunia yang seringkali mengalami perubahan begitu mendalam. Ia merupakan representasi Kristus di tengah-tengah dunia. Melalui sakramen tahbisan, ia dipercayakan Allah untuk menjadi pewarta sabda, pelayan sakramen dan menjadi gembala di tengah umat. Hal yang mesti dilakukan imam ialah bagaimana ia mampu untuk ada bersama Kristus dan bekerja seperti Kristus di tengah dunia. Oleh karena itu, ia dituntut untuk senantiasa menghadirkan Kristus dalam hidup, karya dan reksa pastoral secara lebih efektif. [1]
Imamat bagaikan mutiara yang disimpan di dalam bejana tanah liat. Bejana ini, yakni pribadi imam yang sangat sarat dengan kerapuhan memiliki di dalam dirinya imamat Yesus Kristus yang suci dan agung. Oleh karena itu, dalam perjalanan karya pastoral dan dalam perjalanan zaman, imam harus mempertahankan imamat yang suci itu dalam dirinya yang rapuh. Bahkan lebih dari itu, imamat itu bukan saja dipertahankan akan tetapi harus dibela oleh imam itu sendiri. [2]
2. Imamat: Yesus Kristus, umum dan Pelayanan
2.1 Imamat Yesus Kristus [3]
Dalam surat kepada Orang Ibrani, Kristus disebut sebagai imam agung, karena memiliki sifat imami sebagaimana dituntut. Pertama, Ia adalah sungguh-sungguh manusia dan menjadi benar-benar saudara di antara saudara-saudara-Nya. "Ia harus menjadi sama dengan saudara-saudara-Nya dalam segala hal, supaya ia menjadi imam agung yang berbelas kasihan" (Ibr 5:1-2). Seluruh perjuangan-Nya menghadap umat, menunjukkan kelemahan-Nya sebagai manusia. "Ia mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut; dan karena kesalehan-Nya, Ia telah didengarkan" (Ibr 5:7).
Kedua, Ia menjadi pengantara umat. Ia mewakili umat manusia dan atas nama mereka, Ia menghadap Allah bagi mereka. Ia menjadi pokok keselamatan abadi bagi semua orang yang patuh kepada-Nya. Tuntutan imamiah ini berakar dalam inti kodrat-Nya, sehingga Ia dapat menjadi pengantara yang sempurna. Dari satu pihak, Kristus adalah manusia seperti kita, dan di lain pihak, Ia adalah Putera Allah. Ketiga, Ia mempersembahkan korban. Korban yang dimaksudkan adalah diri-Nya. Berkaitan dengan itu, Kristus hanya satu kali mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus dengan membawa korban darah-Nya sendiri. Dan, kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus. Oleh satu korban saja, Ia telah menyempurnakan untuk selamanya mereka yang Ia kuduskan.
Singkatnya, Kristus adalah imam agung, karena seluruh hidup-Nya dipandang sebagai satu persembahan yang hidup dan berkenan kepada Allah demi dosa-dosa manusia. Yesus mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah mulai dari saat penjelmaan-Nya sebagai manusia. Dengan demikian, pada saat penjelmaan-Nya, Yesus sendiri dilukiskan sebagai imam dan korban. Inti dan puncak imamat-Nya adalah saat kematian dan pemuliaan-Nya: waktu Yesus mempersembahkan diri-Nya sendiri di salib sebagai persembahan yang tidak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia (Ibr. 9:14), dan masuk ke dalam tempat yang kudus dengan membawa darah-Nya sendiri (Ibr 9:12).