4 September 2016 yang lalu, Paus Fransiskus mengkanonisasi Santa Teresa untuk menyandang predikat sebagai orang kudus. Selama dua dekade terakhir dalam hidupnya, Santa Teresa menderita banyak masalah kesehatan, namun tidak ada yang mampu menghentikannya dalam menunaikan misinya melayani yang menderita dan miskin dan yang membutuhkan. Santa Teresa memakai seluruh hidupnya secara total bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk mengasihi Yesus yang kelihatan dalam diri orang-orang yang menderita dan yang miskin.
Pada dasarnya kondisi mereka tidak mengurangi sedikitpun hakekat mereka sebagai manusia. Mereka punya pikiran, punya hati, punya perasaan, harapan, kecemasan, cita-cita, dan segala macam hal yang dimiliki manusia pada umumnya. Mereka ingin berkembang, ingin maju, namun karena keterbatasan fisik, mental, ekonomi, dan lain sebagainya, mereka belum dapat merealisasikan potensi-potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu, mereka membutuhkan sesama yang peduli, rela mengorbankan waktu, tenaga, dan pelayanan, sehingga mereka merasa disapa sebagai manusia dan berkembang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Menjadi Penyalur Kasih
Kita sebagai orang Kristen, apakah yang dapat kita banggakan? Salah satu jawaban yang ingin saya katakan ialah kita bangga karena kita dibimbing untuk menjadi penyalur kasih bagi sesama. Mengasihi orang lain selalu menjadi pilihan terbaik dalam hidup kita. Hati yang mengasihi adalah hati yang sungguh bebas bahagia dan ringan tanpa ada beban perasaan yang menghimpit. Tindakan yang dilakukan oleh Santa Teresa ialah tindakan untuk melayani dan menyalurkan kasih Kristus kepada orang-orang yang menderita dan miskin, agar mereka dapat merasakan kasih dan kebahagiaan yang berasal dari Kristus sendiri.
Santa Teresa tidak memandang siapa yang dikasihinya, ia mengasihi mereka karena mereka membutuhkan kasih dan kebahagiaan. Kebahagiaan adalah hak milik semua orang. Kebahagiaan tidak hanya terletak dalam diri orang-orang yang mapan dan kaya, akan tetapi kebahagiaan juga ada dalam diri orang-orang yang menderita dan miskin. Apa yang dilakukan oleh Santa Teresa adalah untuk memberi dan berbagi kebahagiaan pada orang-orang yang menderita dan miskin.
Layaknya seorang ibu yang sangat menyanyangi anak-anaknya, demikian juga Santa Teresa hadir untuk menyanyangi orang-orang yang menderita dan miskin dengan sepenuh hati. Melayani orang lain itu tidak mudah. Apalagi orang yang dilayani memiliki kekurangan, baik fisik maupun mental. Walaupun demikian, Tuhan tidak pernah membiarkan hamba-nya bekerja sendirian. Ia pasti hadir dan memberi solusi terbaik bagi setiap kesulitan. Melayani iyu sangat membahagiakan.
Kebahagiaan itu terletak pada sikap tulus memberi diri dengan segala konsekuensinya. Konsekuensi itu adalah mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, dan lain-lain untuk hidup bersama. Lebih dari itu, melayani sesame yang menderita berarti melayani Tuhan. Perihal mengasihi sesama, perbedaan karakter mesti kita mengerti sebagai keunikan setiap orang yang dengannya kita bias saling melengkapi. Selama perbedaan dipandang sebagai ancaman, selama itulah kebehagiaan dalam hidup bersama tak dapat diraih. Sebab memang, kebahagiaan itu sendiri adalah buah dari sikap mengasihi.
Bahagia karena Kasih
Kebahagiaan yang dikehendaki oleh semua orang dapat diungkapkan dalam cara apa pun, dan akan didapatkan hanya apabila kita mampu untuk mengasihi. Kebahagiaan selalu mengenai kasih dan tidak ada jalan yang lain selain itu. Tantangan yang sesungguhnya adalah bagaimana menjadi orang yang paling mengasihi. Allah menghendaki kita semua supaya kita berbahagia. Lalu pertanyaannya, apa yang harus kita lakukan supaya kita bahagia dan damai?
Apakah kita harus mengumpulkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya? Perjuangan untuk memperoleh berbagai gelar? Semua itu adalah baik, akan tetapi yang lebih penting adalah keterbukaan hati kita untuk mengasihi Tuhan dan sesama. Inilah hal penting yang harus kita lakukan untuk memperoleh kebahagiaan dan damai. Seberapa besar kasih dapat tumbuh berkembang di dalam hati hanya dengan sebuah senyuman. Sehingga demikian, kelemahan kita sendiri menjadi suatu sumber penghiburan dengan mengambil alih seluruh penderitaan kita dan menebus-Nya. Kita tahu bahwa Allah memahami kelemahan-kelemahankita karena Dia sendiri mengalaminya (Ibr 4:15).
Sikap iri hati, dengki, cemburu, dan egoism diri menjadi unsure yang merusak kehidupan bersama dalam suatu lingkup sosial. Ada orang yang tidak senang kalau tetangganya lebih maju, lebih kaya, lebih pintar dari dirinya, lebih ramah, lebih toleran terhadap sesama dan lain-lain. Kecemburuannya akhirnya membuatnya melakukan apa saja demi kepuasaan diri. Kita semua dipanggil untuk menjadi garam dan terang bagi dunia, membawa kebahagiaan dan damai kepada orang lain. Membawa damai dan kebahagiaan kepada orang lain dapat kita lakukan dengan cara sederhana, yakni tidak iri, tidak cemburu, dan membantu orang yang kesusahan. Sikap dan perbuatan ini akan membawa kita lebih dekat pada Tuhan.